Jawa Pos Digugat Mantan Karyawannya
Mantan karyawan PT Jawa Pos, Didi Mei Kurniawan melaporkan perusahaan surat kabar itu ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur, atas sejumkah dugaan pelanggaran, karena tak dipenuhinya sejumlah kewajiban perusahaan yang diatur dalam aturan ketenagakerjaan.
Didi yang sudah bekerja di sana selama 22 tahun 8 bulan, atau tepatnya sejak Agustus 1995 hingga Mei 2018 ini menyebut ada sejumlah pelanggaran yang dilakukan mantan perusahaannya itu.
Di antaranya, kata dia yakni Jawa Pos tak mengikutkan Program Jaminan Pensiun (JP) – BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan aturan yang ada, dan juga diduga melakukan penyimpangan dengan membayar iuran lebih kecil dari nilai seharusnya dibayarkan untjk program Jaminan Hari Tua (JHT) – BPJS Ketenagakerjaan.
"Jawa Pos membayar iuran program JHT lebih kecil dari yang seharusnya. Seharusnya berdasarkan gaji termasuk tunjangan tetap atau jabatan tiap bulannya, tapi nyatanya tidak," ujar Didi, kepada ngopibareng.id, Selasa 27 November 2018.
Jawa Pos kata dia, juga baru mulai mendaftarkan kepesertaan JHT dirinya setelah 10 tahun ia bekerja. Menurutnya hal ini adalah penyimpangan, sebab pembayaran iuran JHT itu baru dimulai pada tanggal 1 Juli 2005 sampai dengan pensiun tanggal 22 Mei 2018.
Padahal kata dia, jika berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang JHT dan JP, perusahaan diwajibkan mengikutkan, membayar dan menyetor iuran JHT atau JP sesuai dengan upah terakhir (gaji dan tunjangan tetap) pekerja.
"Jadi saya sudah diikutkan BPJS JHT mulai 2005 tapi tidak diikutkan jaminan pensiun yang harusnya sejak juli 2015," kata dia.
Didi menyebut, jika tidak melaksanakan ketentuan tersebut Jawa Pos bisa kena sanksi adminitratif, sanksi pidana 8 tahun dan wajib membayar atas kekurangan perhitungan JHT dan JP.
"Artinya Jawa Pos membayar iuran hari tua dan jaminan pensiun lebih kecil dari yang seharusnya, mestinya dari karyawan dipotong 2 persen, lalu perusahaan membayarkannya 3,7 persen," kata Didi, yang jabatan terkahirnya di Jawa Pos adalah sebagai Senior Manager ini.
Aduan Didi ini, kini tengah ditangani Disnaker Jatim, dan pada Selasa 27 November 2018 hari ini telah memasuki tahap gelar perkara. Namun sayanganya, hal itu harus ditunda sebab sejumlah koordinaot pengawas pihak Polda Jatim tak dapat hadir.
"Saksi ahli dalam gelar perkara tadi adalah Ibu Lani dari Unair. Tapi pihak Korwas yang nggak datang," katanya.
Pesangon Yang Tak Sesuai Aturan
Selain dua pelanggaran itu, kata Didi, Jawa Pos juga diduga tidak membayarkan tunjangan tetap (tunjangan jabatan) yang seharusnya masuk dalam rincian uang pesangon, hal itu tak sesuai jumlah yang ditentukan peraturan perusahaan.
Jumlah uang pesangon yang diterima Didi tak sesuai dengan Peraturan Perusahaan yang dibuat tanggal 1 April 2008 dan Perjanjian penutupan asuransi dana pesangon dengan PT. AIG Life No. 07FDP00030 tanggal 2 Juli 2007.
"Kalau berdasarkan peraturan itu pesangon yang mestinya saya terima saat memasuki pensiun seharusnya adalah sebesar dua X masa kerja X upah terakhir, sesuai dengan upah jabatan saya, tapi ternyata tidak dicantumkan," kata dia.
Akibatnya, pesangon yang diterimanya mengalami ketidak sesuaian jumlah, menurutnya selisih kekurangannya bahkan mencapai 25 persen dari nominal yang semestinya ia terima.
Ketentuan mengenai pesangon itu, kata dia sebenarnya sudah tercantum dan diatur dalam pasal 167 ayat (1) dan ayat (2), juga diatur dalam ketentuan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, UU bidang ketenagakerjaan.
Namun, kata dia, dalam Pasal 167 ayat (4) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tunjangan pesangon itu juga bisa di alihkan ke dalam peraturan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama, yang dimiliki masing-masing perusahaan.
Karena merasa ia tak mendapatkan haknya, Didi lalu melakukan somasi dan permintaan perundingan bipartit sekitar bulan Juni 2018, mediasi pun digelar.
Namun, dalam proses perselisihan hubungan industrial ini, pada tanggal 29 Oktober 2018, Disnaker Pemerintah Kota Surabaya telah mengeluarkan surat No. 1091/PHI/X/2018 atas perselisihan hubungan industrial tersebut yang pada intinya menganjurkan bahwa agar tergugat dapat menerima pemberian uang pensiun / pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang telah diberikan oleh pengusaha karena nilainya lebih besar dari perundang-undangan.”
Didi pun belum puas dengan keputusan itu, ia dengan tegas menyatakan penolakannya dan tetap pada pendiriannya supaya hak-haknya dibayarkan sesuai dengan aturan perusahaan, sebagaimana telah tercantum dalam perundang-undangan yang ada.
"Saya mencari keadilan melalui jalur pengadilan untum menyekesaikan perselisihan hubungan industrial, saya tetap memperjuangkan hak saya," kata dia.
Sementara itu, ngopibareng.id kini masih berupaya menghubungi pihak PT Jawa Pos untuk meminta konfirmasi, namun hingga kini belum ada jawaban. (frd)
Advertisement