Jauhi Hal Cenderung Syirik! Penggunaan Jimat dalam Pandangan Ulama
Meski kita hidup di zaman modern, namun cara berpikir tradisional masih tak lepas dari praktik sehari-hari. Misalnya, soal penggunaan jimat yang dianggap mempunyai kekuatan tertentu masih dipercayai masyarakat.
Bagaimana dengan ajaran Islam dalam menyikapi pemakaian jimat? Di antara para ulama ternyata terdapat perbedaan pendapat. Berikut uraiannya.
Terkadang dapat ditemukan ada anak kecil yang dikalungi jimat karena hal-hal tertentu. Bolehkah menggunakan azimat baik anak kecil atau yang berkaitan dengan hal lainnya? Bagi selain Nahdliyin sudah pasti dihukumi haram, bahkan syirik. Namun masalah ini perlu jawaban yang obyektif antara ulama yang memperbolehkan dan yang melarang, serta dalilnya masing-masing.
Memang ada hadis yang melarang tentang jimat, yaitu:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah (pengobatan dengan doa), jimat dan tiwalah (sejenis susuk daya pikat) adalah perbuatan yang meyebabkan syirik” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan Abu Ya’la)
Akan tetapi Rasulullah menjelaskan selama tidak mengandung unsur syirik hukumnya boleh. Disebutkan dalam hadis::
كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّة، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْف تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
“Kami melakukan ruqyah saat kami di masa Jahiliyah. Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang ruqyah?” Rasulullah menjawab: “Berikan ruqyah kalian padaku. Tidak apa-apa dengan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan” (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Auf al-Asyja’i)
Khilafiyah di Antara Para Ulama
Berikut khilafiyah dari para sahabat dalam masalah ini:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ فِي ذَلِكَ أَهْلُ الْعِلْمِ. قَالَ السَّيِّدُ الشَّيْخُ أَبُو الطَّيِّبِ صِدِّيقُ بْنُ حَسَنٍ الْقَنُوجِيُّ فِي كِتَابِهِ الدِّينِ الْخَالِصِ: اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ فِي جَوَازِ تَعْلِيقِ التَّمَائِمِ الَّتِي مِنْ الْقُرْآنِ، وَأَسْمَاءِ اللهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ، فَقَالَتْ طَائِفَةٌ : يَجُوزُ ذَلِكَ، وَهُوَ قَوْلُ اِبْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، وَهُوَ ظَاهِرُ مَا رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ، وَبِهِ قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ الْبَاقِرُ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ، وَحَمَلُوا الْحَدِيثَ يَعْنِي حَدِيثَ اِبْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْت رَسُولَ اللهِ g يَقُولُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيحٌ، وَأَقَرَّهُ الذَّهَبِيُّ عَلَى التَّمَائِمِ الَّتِي فِيهَا شِرْكٌ. وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: لَا يَجُوزُ ذَلِكَ وَبِهِ قَالَ اِبْنُ مَسْعُودٍ وَابْنُ عَبَّاسٍ وَهُوَ ظَاهِرُ قَوْلِ حُذَيْفَةَ وَعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ وَابْنِ عُكَيْمٍ، وَبِهِ قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ التَّابِعِينَ مِنْهُمْ أَصْحَابُ اِبْنِ مَسْعُودٍ وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ اِخْتَارَهَا كَثِيرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ. وَجَزَمَ بِهِ الْمُتَأَخِّرُونَ وَاحْتَجُّوا بِهَذَا الْحَدِيْثِ وَمَا فِي مَعْنَاهُ (تحفة الأحوذي – ج 5 / ص 349)
“Ulama berbeda pendapat dalam masalah jimat yang berupa ayat al-Quran, nama-nama Allah dan sifat-Nya, baik dari kalangan sahabat, tabiin dan sebagainya. Sekelompok ulama berkata: Boleh, yaitu pendapat Abdullah bin Amr bin Ash, juga Aisyah, Abu Ja’far al-Baqir dan Ahmad dalam satu riwayat. Mereka menilai bahwa hadis tentang ruqyat, jimat dan daya pikat syirik, adalah jimat yang di dalamnya ada unsur kesyirikan. Sekelompok ulama yang lain berkata: Tidak boleh, yaitu pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Hudzaifah, Uqbah bin Amir, begitu pula sekelompok Tabiin dari murid-murid Ibnu Mas’ud, Ahmad yang dipilih oleh banyak muridnya. Begitu pula ditegaskan oleh ulama kalangan akhir dan mereka berhujjah dengan hadis tadi”[1]
Berkenaan dengan anak kecil yang memakai kalung jimat untuk meminta perlindungan kepada Allah, adalah berdasarkan riwayat berikut:
عَنْ يُوْنُسَ بْنِ خَبَّابٍ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا جَعْفَرٍ عَنِ التَّعْوِيْذِ يُعَلَّقُ عَلَى الصِّبْيَانِ فَرَخَّصَ فِيْهِ
“Dari Yunus bin Khabbab, ia berkata: “Saya bertanya kepada Abu Ja’far tentang doa perlindungan yang dikalungkan kepada anak kecil. Ia memperbolehkannya”[2]
[1]Syaikh al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi 5/349
[2] Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, 5/44.
Sumber: