Jatuh Cinta kepada Habib Luthfi, Begini Kisahnya (2)
Rais Am Jam'iyah Ahlith Thariqah Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya, model dakwahnya selalu memikat masyarakat, khususnya yang awam. Ternyata ada rahasia kenapa dakwah Habib Luthfi selalu memikat semua kalangan.
Ismael Amin Kholil, seorang putra kiai asal Bangkalan yang termasuk dzuriyah Syaikhona Kholil Bangkalan, menulis "Jatuh Cinta kepada Habib Luthfi".
Berikut catatan Ismael Amin Kholil bagian terakhir:
Abah (Habib Luthfi bin Yahya) lalu menjelaskan betapa pentingnya merangkul orang-orang seperti itu dalam berdakwah. Menceritakan bagaimana awal perjuangan dakwah beliau di masa lampau.
"Dakwah dengan sikap yang baik itu lebih kita butuhkan daripada hanya dengan ceramah-ceramah."
Aku lalu berkomentar bahwa dulu dakwah Habib Umar juga "menjemput bola" sama seperti Abah Luthfi. Habib Umar mendatangi pemuda-pemuda pemain bola, merangkul mereka, dan pada akhirnya mengajak mereka pada kegiatan-kegiatan keagamaan.
Abah Luthfi bercerita lagi :
"Saya ini, kalau diajak umrah oleh orang jarang sekali mau. Soalnya saya tidak ingin meninggalkan amanah yang begitu besar di sini untuk hanya sekadar jalan-jalan dan sowan Rasulullah. Tugas saya di sini juga amanah Rasulullah. Coba andai saja uang yang dibuat umrah berkali-kali itu diberikan pada orang-orang kelaparan, anak-anak pesantren yang putus belajar karena tak punya biaya dll.. "
Abah terlihat begitu bersemangat di malam itu. Beliau bercerita banyak tentang masa mondok beliau, tentang NU, Ra Lilur, dan guru-guru beliau. Juga tentang buyut beliau, Habib Syaikh Bin Yahya di Desa Qorot Hadhramaut yang bahkan aku yang pernah 6 tahun lebih di sana tak pernah mendengar tentang itu sebelumnya.
"Saya seperti ini karena saya mondok 22 tahun. Setelah menikah bahkan saya masih tetap mengaji selama 11 tahun," kenang Abah.
"Iya, Bib. Banyak orang yang mengira bahwa njenengan mendapat semua ini secara instan," cletuk seorang kiai dari Kaliwungu yang juga hadir di kamar waktu itu. Abah tertawa mendengarnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa kakeknya, Habib Hasyim Bin Yahya memiliki ikatan emosional yang begitu kuat dengan Syaikhona Kholil Bangkalan. Bahkan Syaikhona sering kali datang ke Pekalongan untuk mengunjungi Habib Hasyim, begitu juga sebaliknya. Sama seperti Syaikhona, Habib Hasyim ini menurut Abah Luthfi juga memiliki andil besar dalam berdirinya NU.
Di malam itu Habib Luthfi seakan tak henti-hentinya menuangkan lautan ilmunya untuk kami. Bagaikan mimpi, yang duduk di hadapanku waktu itu bukanlah orang biasa, bukan orang sembarangan. Beliau adalah sosok agung pemimpin Jama'ah Thariqat se-Nusantara yang begitu disegani di mana pun. Namun, lihatlah sambutan beliau yang sangat hangat dan antusias untuk seseorang yang bukan siapa-siapa dan baru pertama kalinya bertemu dengan beliau ini.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3, sudah 2 jam lebih kami mendengar wejangan-wejangan berharga dari beliau. Jika aku tak minta izin untuk pamit, mungkin pertemuan itu akan 'bablas' sampai subuh.
Aku bertanya dalam hati: "Beliau ini baru saja pulang, terus rapat, setelah subuh nanti akan menuju Jakarta. Dan pada jam ini beliau masih bersedia menemui tamu-tamu. Terus kapan istirahatnya ??"
Dini hari itu aku benar-benar dibuat jatuh cinta kepada sosok Habib Luthfi. Pada kesederhanaan beliau, keramahannya, ketawadhu'annya, dan semangat beliau untuk berbagi ilmu dan kebaikan terhadap orang lain. Ketika memandang beliau langsung di depanku waktu itu, di kala beliau sibuk menjelaskan bermacam-macam teori dakwah untuk kami. Aku malah ingin menangis haru.
Abah Luthfi sekali lagi bukan orang sembarangan, beliau pemilik mata bathin yang sangat kuat sama seperti Siidil Habib Umar dan para pembesar Habaib lainnya. Aku lantas teringat akan kisah seseorang di Tarim, dulunya ia adalah orang yang bergelimangan dosa. Ketika ditanya tentang sebab taubatnya ia menjawab :
"Habib Umar dan Habib Abdullah Bin Syihab. Mereka berdua tahu aku ini orang yang banyak dosa, tapi mereka tak pernah berhenti terseyum ketika bertemu denganku".
Malam itu aku menyaksikan sendiri kehebatan sosok Abah Luthfi yang sering aku dengar selama ini. Ketika beliau menjelaskan bahwa Kewalian keluarga Bin Yahya itu banyak yang mastur, aku berkata kepada beliau :
"Tapi kalau panjenengan termasuk yang masyhur, Bib.. "
Beliau tersenyum lalu berkata :
"Alaah.. saya ini masyhur dari mana?"
Kami pamitan. Beliau melarang kami untuk bersalaman, kata beliau biar kapan-kapan bisa bertemu lagi.
Beliau juga berpesan : "Jangan pernah bosan main kesini..."
Benar-benar pertemuan berharga yang bagaikan sebuah mimpi. Bahkan sampai sekarang aku seakan belum bisa move on dari indahnya pertemuan itu. Persis seperti yang didawuhkan oleh Siidil Habib Umar :
مصاحبة الرجال ذوي الوفاء * نعيم الخلد في دار الفناء
"Berkumpul bersama mereka para kekasih Allah adalah Nikmat surgawi yang bisa dirasakan di dunia yang fana ini".
Semoga selalu diberikan afiyah dan kesehatan Abah... di tengah perpecahan yang umat rasakan saat ini, betapa butuhnya mereka terhadap sosok yang bijak, tenang, teduh, sejuk dan menyejukkan seperti panjenengan, Bib.. Salam tadhim untuk panjengenan di setiap detik kula..
* Ismael Amin Kholil, Yogyakarta, 5 Februari, 2019.