Jatuh Cinta kepada Habib Luthfi, Begini Kisahnya (1)
Rais Am Jam'iyah Ahlith Thariqah Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya, model dakwahnya selalu memikat masyarakat, khususnya yang awam. Ternyata ada rahasia kenapa dakwah Habib Luthfi selalu memikat semua kalangan.
Ismael Amin Kholil, seorang putra kiai asal Bangkalan yang termasuk dzuriyah Syaikhona Kholil Bangkalan, menulis "Jatuh Cinta kepada Habib Luthfi".
Berikut catatan Ismael Amin Kholil:
Kunjungan ke kota batik, Pekalongan, kali ini benar-benar terasa sangat indah. Setelah ngalap berkah Habib Ahmad Bin Abdullah Al-Athhos di Sapuro dan menghadiri acara Majelis Rasulullah di Wiradesa, pada tengah malam aku langsung saja menuju kediaman Habib Luthfi Bin Yahya.
Dari kabar yang aku dapat dari khodim beliau, Abah Luthfi baru saja rawuh. Ketika kami sampai di depan dalem beliau, dari kejauhan tampak berlangsung sebuah pertemuan di lantai bawah.
Aku memasuki rumah beliau dengan perasaan ragu, di tengah jadwal beliau yang sangat padat, di tengah tamu-tamu beliau yang begitu membludak ini, apakah diri ini --yang bukan orang penting dan orang besar-- bisa ditemui beliau ? Gak usah lama-lama wis hanya sekadar meminta barokah doa.
Kami menuju ruang tamu di lantai atas, di situ sudah banyak orang menunggu untuk ditemui Abah. Menurut kabar yang aku dapat dari seorang sahabat, banyak orang yang bahkan rela menunggu berhari-hari agar bisa menemui Habib Luthfi.
Di tengah keraguan yang masih saja menyelimuti hati, aku mengirim Fatihah dan bertawasul kepada para Awliya' Ba'alawi, Habib Umar dan Syaikhona Kholil Bangkalan. Aku ingat, salah satu kiai sepuh di Madura pernah mengisyaratkan padaku bahwa Habib Luthfi memiliki ikatan bathin khusus dengan Mbah Kholil.
Ketika berziarah ke makam Mbah Kholil di Bangkalan beliau bahkan selalu "bercengkrama" langsung dengan "Shohibul Maqom".
Tak lama kemudian, Habib Luthfi keluar kamar. Sayang sekali beliau langsung menuju ruang rapat di lantai bawah dan masih belum bisa menerima tamu.
Akhirnya aku juga nimbrung mengikuti jalannya rapat yang ternyata adalah rapat pengurus JATMAN untuk acara Multaqo Ulama Internasional yang akan diadakan di Pekalongan beberapa minggu ke depan.
Waktu hampir menunjukkan jam 1, Habib luthfi pamit untuk bersiap-siap ke Jakarta di pagi harinya. Orang-orang langsung saja mengerebungi beliau, berebut untuk bersalaman. Aku makin ragu akan kemungkinan bisa ditemui beliau malam ini. Namun barokah para Awliya' memang tak akan pernah lekang oleh waktu, di tengah kerumunan siapa sangka ada satu sahabat Banser yang matur ke Abah bahwa ada "tamu" dari keluarga Bangkalan. Aku langsung maju, mencium tangan beliau dan matur :
"Baru datang sebulan lalu dari Yaman Bah.. "
Abah langsung mengajak ke lantai atas, dan tak disangka-sangka, bukan ruang tamu yang beliau tuju, melainkan kamar pribadi beliau.
"Mriki gus.. " beliau memanggil dari dalam.
Aku langsung saja masuk, disusul Mas Agung yang menemaniku dari Jogja, Fathul Id dan Pak Nur. Tampak sebuah kamar dengan tumpukan kitab dimana-mana, ada kitab Al-Maqothi' di sebelah sana, kitab rangkuman kalam-kalam Saadah Ba'alawi keluaran terbaru. Ada juga kumpulan topi koboi mengelantung di pojokan kamar.
Abah Luthfi melepas jubah dan kopiahnya. Dengan memakai kaos oblong dan celana putih beliau mempersilakan kami duduk.
"Saya membawa amanah dari Habib Umar untuk bertamu ke para ulama, Bib...," aku membuka percakapan.
Aku lalu meminta nasihat dan arahan beliau terkait metode dakwah terbaik untuk masyarakat umum. Beliau lalu memberi arahan untuk fokus pada aqidah dan hal-hal yang pokok. Tinggalkan masalah-masalah khilafiah seperti membahas hukum rokok, cadar dll.
Beliau juga membahas tentang beberapa ayat, menguak rahasia-rahasia Al-Quran yang tidak bisa dipahami dengan pemikiran yang dangkal. Beliau lalu berkata :
"Di antara para muballigh.. Saya ini kebagian yang pahit-pahit.. "
Beliau kemudian menanyakan hal yang begitu menggelitik: "Sampean sudah pernah duduk dengan pelacur.. ?"
"Mboten..," aku menjawab.
"Sama peminum minuman keras?"
"Belum pernah..."
"Saya dulu duduk bersama mereka selama 3 tahun. Saya dicap sebagai Habib gak bener. Saya gak peduli. Orang seperti mereka itu jangan dijauhi biar tidak lari. Mereka itu tanggung jawab siapa? "
"Ketika kita berdakwah.. Maka jangan jadikan orang lain sebagai lawan. Jadikan mereka sebagai saudara. Ketika kita menganggap mereka sebagai saudara kita akan bersikap baik terhadap mereka. Kunci dakwah itu satu: kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama : Bil Mu'minina roufurrahiim". (bersambung)