Laporan Pelanggaran Pemilu di Jatim Tertinggi, Ini Respon Bawaslu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan pertengahan Desember 2018 ini, terdapat 1.247 dugaan pelanggaran pemilu. Dari angka tersebut, sebanyak 331 laporan dan 916 temuan.
Dari sebanyak 331 laporan pelanggaran tersebut, menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah laporan paling banyak, yaitu 57 laporan. Disusul Provinsi Aceh (35 laporan), Sulawesi Utara (24 laporan), Banten (20 laporan) dan Sumatera Barat sebanyak 19 laporan.
Komisioner Bawaslu Jatim, Aang Kunaifi mengatakan tingginya jumlah laporan pelanggaran pemilu tersebut merupakan bentuk respon positif.
Menurutnya, tingginya laporan pelanggaran pemilu ini menunjukan masyarakat Jatim semakin dewasa dalam berdemokrasi. Di samping itu, kata Aang, juga membuktikan bahwa mereka Jatim makin sadar terhadap pelanggaran pemilu.
"Jatim paling tinggi laporan yang masuk, itu artinya bahwa masyarakat mulai adil menyikapi tiap-tiap kejadian kepada pengawas pemilu," kata Aang dikonfirmasi, Selasa 11 Desember 2018.
Aang menyebut, laporan pelanggaran itu mulai dari pelanggaran penempatan alat peraga kampanye (APK) yang dipasang di lokasi yang dilarang dan pemgumpulan massa oleh peserta pemilu atau calegnya di lokasi pendidikan.
Pelanggaran itu, kata dia, dilakukan oleh semua pihak peserta pemilu, baik calon perseorangan legislatif seluruh tingkat, dan 2 calon presiden serta wakil presiden.
"Pelanggaran dilakukan oleh seluruh partai politik, serta pelaksana kampanye atau caleg," ujar Aang.
Aang menyebut, pelanggaran yang paling menonjol adalah berkaitan dengan alat peraga kampanye yang dipasang di lokasi-lokasi yang tidak diperbolehkan.
Contohnya tempat pendidikan, sarana pemerintah seperti balai desa, kantor kecamatan, atau di depan halaman rumah orang yang tanpa melalui proses izin dari pemiliknya.
"Kita tindak sesuai ketentuan yang ada. Kalau pelanggaran administrasi ya kita proses dengan pemberian sanksi adnministrasi. Kami juga melibatkan pihak kepolisian, kejaksaan apabila ada pelanggaran pidana, juga bisa berkaitan dengan netralitas yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu," kata dia.
Kendati demikian kata Aang, Bawaslu kini juga tengah berupaya menurunkan angka pelanggaran di Jawa Timur, dengan cara terus mensosialisasikan hal-hal yang tak boleh dilanggar dalam pemilu.
"Kami selalu memberikan kegiatan sosialisasi terhadap peserta pemilu dan masyarakat untuk saling menjaga selama masa tahapan kampanye berlangsung sampai tanggal 13 April 2019, dan angka pelanggaran di Jatim diminimalkan karena faktor penjagaan. Kita juga dibantu oleh masyarakat," kata dia.
Masyarakat, kata dia, bisa ikut mengawasi, sehingga ketika menemukan ada pelanggaran di lingkungan sekitar, mereka bisa langsung mengunggah temuannya melalui akun sosmed, atau whatsapp.
"Jadi tidak harus di kantor badan pengawas pemilu pusat maupun provinsi. Melalui media sosial ini salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang patut kami apresiasi," kata dia. (frd)