Jatim Pastikan Kesiapsiagaan Hadapi Bencana Hidrometerologi
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur (Jatim) Adhy Karyono memastikan segenap perangkat daerah di lingkungan pemerintah provinsi setempat dalam kondisi kesiapsiagaan penuh menghadapi potensi bencana hidrometerologi.
"Seluruh sistem kesiapsiagaan bencana di Jatim sudah sangat siap guna mengantisipasi potensi bencana tersebut, baik dalam bentuk peralatan maupun personel," katanya melalui keterangan tertulis di Surabaya, Senin, 11 Maret 2024.
Berdasar rilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan diprediksi terjadi pada Januari - Maret 2024.
"Merespons prediksi BMKG ini, Pemprov Jatim dengan kesiapsiagaan penuh, seluruh elemennya utama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial wajib respon cepat dan melakukan langkah antisipasi di masa-masa seperti ini," ujarnya.
Di awal bulan Maret 2024, bencana hidrometeorologi sudah terjadi di beberapa kabupaten/kota wilayah Jatim. Antara lain banjir melanda Kabupaten dan Kota Mojokerto, selain juga mengakibatkan tanggul jebol dan memutus jembatan.
Kemudian genangan di Kabupaten dan Kota Probolinggo, Kabupaten Madiun, Magetan. Selain itu, di Ngawi juga terjadi banjir luapan air sungai usai hujan deras.
Pj Gubernur Adhy pun memastikan beberapa daerah yang dilanda bencana banjir tersebut telah mendapatkan penanganan.
"Alhamdulillah, sesuai update dari teman-teman di lapangan, kondisi saat ini semua telah surut total dan tidak ada korban jiwa," ucapnya.
Langkah-langkah Pemprov Jatim dalam merespons serta memitigasi potensi bencana di antaranya melalui sistem peringatan dini terpadu BPBD yang dikembangkan dan notifikasinya disebarluaskan ke semua moda komunikasi, seperti situs web, media sosial, SMS Blast, dan lain sebagainya.
"Kami juga telah memperkuat tanggul-tanggul yang kritis, meningkatkan kapasitas pompa air dan normalisasi sungai untuk meningkatkan kapasitas daya tampung air sekaligus melancarkan aliran," kata Pj Gubernur Adhy.
Menurutnya implementasi berbagai langkah tersebut memerlukan kolaborasi aktif dengan segenap unsur pentaheliks yang meliputi pemerintah, masyarakat, sektor swasta atau dunia usaha, akademisi dan kelompok media.
"Karena bencana itu urusan bersama. Jadi tidak bisa kalau hanya pemerintah saja yang bergerak. Semua unsur harus bersama-sama turun, melakukan analisis, pemetaan dan eksekusi," tuturnya.