Jatim Kemarin, Sidang Ujaran Kebencian hingga Bandar Narkoba Aceh
Beragam peristiwa dari Jawa Timur menghiasi pemberitaan ngopibareng.id sepanjang Rabu, 27 November 2019, kemarin. Dua di antaranya sidang perdana ujaran kebencian di Asrama Papua, serta tertangkapnya kurir narkoba asal Aceh di Surabaya.
Tiga terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian yang mengandung SARA di Asrama Mahasiwa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya beberapa waktu yang lalu, akhirnya menjalani sidang perdana. Tiga terdakwa yang menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya itu adalah Syamsul Arifin, Tri Susanti dan Andria Ardiansah. Mereka memasuki ruang Cakra PN sekitar pukul 14.20 WIB, Rabu 27 Oktober 2019. Sidang dipimpin oleh Hakim Johanes Hehamony.
Meski mereka masuk bersamaan namun, mereka menjalani sidang secara dalam waktu yang berbeda. Adalah Syamsul Arifin yang pertama menjalani sidang. Syamsul Arifin diketahui bekerja sebagai salah satu staf Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kecamatan Tambaksari, Surabaya. Dia didakwa atas kasus rasialisme.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan Arianto, menyebut jika terdakwa Syamsul Arifin sebagai pegawai dari Kecamatan Tambaksari yang turut ada bersama warga di depan AMP. Jaksa Novan Arianto menyebut, Syamsul Arifin kesal karena bendera yang telah dipasang oleh staf Kecamatan Tambaksari di depan Asrama Mahasiswa Papua jatuh ke dalam selokan. Karena kekesalannya tersebut, terdakwa Syamsul Arifin mengeluarkan ujaran rasial. Ujaran rasialis yang diucapkan oleh Syamsul Arifin ini terekam di dalam video pada detik ke 00.19.
“Kata-kata monyet yang ditujukan terhadap para mahasiswa Papua yang merupakan bagian dari ras dan etnis Papua yang menjadi penghuni Asrama Mahasiswa Papua,” kata Jaksa Novan.
Bahkan video tersebut akhirnya menjadi viral di media sosial. Jaksa Novan juga menyebut, akibat ucapan monyet itu menjadi pemicu warga masyarakat Papua merasa kesal dan akhirnya meletus kerusuhan di sejumla wilayah di Papua.
"Ujaran tersebut menyebabkan kerusuhan di Manokwari Papua Barat dan pembakaran gedung DPRD Papua Barat pada tanggal 19 Agustus 2019," imbuh Novan.
Syamsul Arifin didakwa dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis. Ia terancam dipidana penjara paling lama lima tahun.
Mendengar dakwaan tersebut, Syamsul melalui kuasa hukumnya menyatakan menerima dakwaan tersebut. Selanjutnya ia akan menjalani sidang kedua pada Senin 2 Desember 2019.
"Kami tidak mengajukan eksepsi," ucap Syamsul.
Bandar Sabu Sabu Tertangkap
Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya pernah jatuh juga. Sepandai-pandainya kurir narkoba menyelundupkan shabu, akhirnya tertangkap juga. Pepatah itu layak disematkan untuk tiga pelaku kurir narkoba asal Aceh yang berhasil ditangkap Polrestabes Surabaya.
Tiga serangkai kurir narkoba yang berasal dari Aceh ini mengaku sudah sembilan kali menyelundupkan narkoba ke Jawa Timur. Ada banyak modus yang biasa mereka lakukan. Mulai jalur darat, laut bahkan udara. Mereka bahkan sangat lihai loloskan sabu sabu saat pemeriksaan x-ray di bandara. Terbukti, mereka tak pernah tertangkap basah saat menyelundupkan sabu sabu lewat udara.
"Kalau di bandara cara lolosnya saya ikat di punggung belakang dan tidak terdeteksi," ucap pelaku AR, 31 tahun asal Aceh saat ungkap kasus di Mapolrestabes Surabaya, Rabu 27 November 2019.
Namun meski lihai meloloskan sabu di bandara, AR mengaku, tak bisa menyelundupkan sabu sabu dalam jumah banyak. Penyebabnya, sabu sabu itu harus diikat di punggung. Berat maksimal sabu sabu yang bisa diikat di punggung agar tak menimbulkan kecurigaan, paling hanya 9 ons. Jika ditotal, AR dan dua rekan lainnya, paling hanya bisa menyelundupkan 2,7kg sabu sabu karena masing-masing hanya bawa 9ons.
"Kalau via udara, sudah beberapa kali. Saya lupa, tapi ya bawa segitu saja tak lebih," kata AR yang berprofesi sebagai nelayan ini.
Selain melalui udara, mereka menyelundupkan narkoba lewat jalur laut, darat bahkan melalui titipan kilat. Pelaku juga mengaku, sebelum ditangkap mereka terakhir kali menyelundupkan narkoba pada 29 Oktober 2019 lalu dan aman-aman saja.
Pelaku mengatakan, imbalan yang mereka terima setiap menyelundupkan 1kg narkoba yakni Rp50 juta.
Tugas mereka pun sebenarnya sederhana tapi sangat beresiko. Mereka hanya mengantarkan dari Aceh menuju Jawa Timur. Setelah sampai Jawa Timur, akan ada orang lain yang akan mengedarkan sabu sabu ini. Tugas mereka dianggap tuntas, saat dikomando untuk menaruh narkoba di titik tempat tertentu.
"Ya kita cuma kurir saja, tak lebih. Seperti kemarin, kita taruh hotel, namun sudah digerebek," katanya.
AR juga tak terlalu paham, sabu sabu ini akan diedarkan ke mana saja. Namun setahu dia, wilayah edar sabu sabu yang mereka bawa ini hanya untuk sekitaran Sokobanah, Madura saja.
"Cuma ke Madura, yang kita tahu narkoba itu diedarkan," pungkasnya