Jateng kembali Optimalkan BPSDMD untuk Isolasi Mandiri Terpusat
Mengingat tren peningkatan kasus COVID-19 di Jawa Tengah dalam beberapa pekan terakhir cukup tinggi, bahkan di beberapa daerah harus mendapat perhatian khusus karena bed occupancy rate (BOR) yang juga tinggi.
Maka, Pemerintah Provinsi Jateng kembali mengoptimalkan komplek Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi Jawa Tengah untuk dijadikan tempat isolasi terpusat.
"Ini tempatnya bagus, satu area, jadi kita optimalkan semuanya. Kalau perlu kita cari satu tempat untuk dokter dan perawat yang dekat, kita tata lagi. Jadi kalau nanti terjadi outbreak kemudian situasi berat karena tren peningkatan sangat eksponensial, kita masukan sini semua," kata Ganjar saat meninjau tempat isolasi terpusat BPSDMD Jawa Tengah di sela gowes, Kamis 17 Juni 2021.
Ganjar menjelaskan di BPSDMD Jawa Tengah terdapat empat klaster atau asrama yang digunakan sebagai tempat isolasi terpusat.
Di antaranya Sumbing yang terdiri atas tiga gedung dengan kapasitas sekitar 170 tempat tidur dan saat ini sudah terisi penuh. Selanjutnya asrama Muria dengan kapasitas sekitar 62 tempat tidur yang saat ini menyisakan enam tempat tidur. Kemudian asrama Sindoro dengan kapasitas sekitar 220 tempat tidur dan Merapi sekitar 50 tempat tidur.
"Untuk Sindoro ini sudah dipesan oleh Kabupaten Semarang karena dekat (aksesnya), Bupati sudah kontak dan saya izinkan agar bisa membantu kawan-kawan di sana. Kita juga masih punya Merapi sehingga nanti kalau dalam situasi yang membutuhkan, kawan-kawan di sini sudah siap," jelasnya.
Ganjar menambahkan BPSDMD dinilai sudah siap untuk menampung pasien Covid-19 untuk isolasi terpusat. Sebab, tempat itu sejak awal kasus Covid-19 muncul di Jawa Tengah memang sudah dipersiapkan. Hanya saja kali ini Ganjar meminta agar petugas menambah informasi keterisian tempat tidur secara berkala dan dapat diketahui semua orang.
"Saya juga minta yang Diklat sekarang online semuanya. Ini bagian dari kontijensi plan kita terkait isolasi terpusat. Ditambah juga di depan informasi kamar yang terisi berapa agar yang mau masuk sini bisa jelas," lanjut Ganjar.
Selain menyiapkan tempat isolasi terpusat, Ganjar juga mencari pemenuhan tenaga medis, baik dokter maupun perawat. Selama ini pemenuhan tenaga medis memang sudah dibantu oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Meski demikian Ganjar menilai masih diperlukan tambahan sebagai langkah antisipasi jika terjadi outbreak.
"Kami temukan di sini (BPSDMD) ads relawan dari Poltekkes, mereka mahasiswa tingkat akhir. Saya kira ini cara yang baik dan kalau ini bisa diberikan satu kesempatan kepada mereka mengabdi untuk kemanusiaan, baik juga mereka bisa diterjunkan," katanya.
Berdasarkan penjelasan dari relawan mahasiswa itu, setidaknya baru 30 persen mahasiswa tingkat akhir yang menjadi relawan. Ganjar melihat adanya peluang penambahan relawan dari mahasiswa, khususnya yang sudah tingkat akhir. Dalam beberapa kesempatan ia juga berpendapat bahwa dalam keadaan darurat seperti ini dibutuhkan akselerasi. Misal terjun sebagai relawan Covid-19 bisa menjadi insentif bagi mahasiswa tinggal kebijakan dari perguruan tinggi saja.
"Saya kira dari Kementerian juga bisa didorong. Dalam kondisi kedaruratan ini insentif yang bisa diberikan kepada mereka adalah praktik di sini dan bisa menggantikan skripsi atau tesis yang ia akan siapkan. Kalau itu bisa di-BKO-kan, apakah itu mahasiswa akhir di kedokteran atau keperawatan. Tinggal menyiapkan mentor-mentor untuk membantu dan saya kira mereka punya pengalaman dan ilmu yang cukup bagus. Maka pada rapat Senin lalu kita minta untuk kerja sama dengan perguruan tinggi sehingga bisa menyuplai banyak kebutuhan itu," kata Ganjar.