Berkat Jaringan Aswaja Irak
Meutya Viada Hafid pada 2005, mendapat penugasan ke Irak untuk meliput pemilu pertama pasca Saddam Husein terguling. Meutya bersama rekannya justru disandera oleh kelompok bersenjata. Meutya Hafid kini, Ketua Komisi I DPR RI, mengingat mobil yang dikendarainya berhenti di sebuah pom bensin saat menuju Baghdad. Tiba-tiba sekelompok pria bersenjata laras panjang mendatangi dan mengambil alih mobil tersebut.
As'ad Said Ali menulis catatan "Kisah Jaringan Aswaja dalam pembelasan jurnalis MetroTV dari genggaman Al Qaeda di Irak". (Redaksi).
PADA awal tahun 2005, Al Qaeda Irak di bawah pimpinan Abu Mus’ab Al Zarqawi menahan kru televisi MetroTV (Meutya Hafidz, dkk) dengan tujuan untuk menarik perhatian dunia atas pendudukan Amerika Serikat dan Barat di Irak dan dukungan Barat terhadap Israel dalam masalah Palestina. Atas dasar asesmen tim analis; situasi medan di Irak dinilai dalam suasana sangat mencekam karena pasukan multinasional pimpinan AS belum mampu mengendalikan situasi sepenuhnya, sehingga kecil kemungkinan peluang untuk mengirimkan tim operasi ke wilayah Irak. Bahkan, Intelijen Negara anggota pasukan multinasional seperti CIA dan - _ - M16: juga menyarankan hal yang sama.
Berdasarkan analisis tim disimpulkan pula bahwa Abu Mus’ab Al Zarqawi (AMZ) pada mulanya bukanlah bagian dari Al Qaeda dan tidak pernah berjumpa dengan Osama Bin Ladin. Namun setelah pendudukan pasukan AS dan Pasukan Multinasional (Barat) di Irak, AMZ mengubah organ perjuangan yang dbentuknya yaitu Mujahidin Irak menjadi Al Qaeda Iraq. Sumpah setia kepada Osama bin Ladin disampaikan melalui komunikasi jarak jauh.
Berdasarkan analisis staf juga, para ulama Sunni atau Ahlussunnah waljamaah (Aswaja) Irak sebagian besar bersimpati kepada perjuangan Al Zarqawi melawan kehadiran pasukan asing pimpinan AS yang berkoalisi dengan mayoritas Siah Iraq. Sebelum bergabung dengan Al Qaida, Al Zarqawi adalah penganut Aswaja yang taat. Ia menjadi radikal setelah terpengaruh ajaran Mohammad Al Maqdisi, seorang warga Palestina di Yordania sekaligus ideolog radikal mengikuti pandangan Sayid Qutub, tokoh sayap radikal Ikhwanul Muslimin Mesir.
Pengalaman Pribadi
Atas dasar analisis di atas dan juga persetujuan pimpinan, kami memutuskan untuk mengajak kerja sama pimpinan ulama Ahlus Sunnah Irak. Saya kemudian menghadap Kiai Haji Abdurahman Wahid untuk menanyakan siapa ulama Irak yang dikenal beliau. Beliau menyarankan dua ulama yaitu Sheikh Harits Sulaeman Adhari, ketua hae’ah Al-Ulama al-Iraqi (MUI) dan putera Ketua Tariqat Qadiriyah - Naqsabandiyah (saya lupa namanya) yang juga tokoh Aswaja, seorang Kurdi yang bedomisili di kota Sulaimaniyah di Irak Utara.
Saya kemudian memilih Sheikh Harits Sulaeman Ahdhari (SHSA) karena posisinya lebih strategis. Sayang Kiai Abdurrahman Wahid tidak mempunyai no HP dan juga kehilangan alamat atau kontak setelah perang di Irak. Atas bantuan intelijen Yordania melalui Post BIN di Amman, alamat SHSA diketahui ternyata beliau di bawah lindungan Intelijen Yordania di suatu daerah di kota Amman. Beliau bersedia membantu untuk membebaskan jurnalis penyiar MetroTV, Mutia Hafidz dkk. Kerja sama BIN, Intelijen Yordania dan para ulama Aswaja Irak membuahkan hasil yang relatif cepat “pembebasan para sandera".
Dalam operasi pembebasan sandera tersebut, BIN mengirim dua perwira Intelijen ke Yordania untuk memperkuat Post BIN di Amman guna menjamin kelancaran koordinasi dan komunikasi dengan Intel Yordania dan SHSA. Ketika saya untuk kali pertama bertemu dengan Ketua Ulama Aswaja Irak tersebut, atas izin KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh (Ketua Umum MUI dan Rais Aam PBNU saat itu), saya memperkenalkan diri sebagai asisten khusus Rais ‘Aam dan sekaligus sebagai kader NU sejak 1965.
Bagaimana cara mitra kerja BIN membebaskan para sandera dan cara membawa para sandera ke perbatasan Iraq - Yordania dengan selamat, tidak bisa diungkap dalam tulisan ini -- anggap saja rahasia perusahaan. Saya bayangkan bagaimana rumitnya suasana di lapangan terutama untuk meyakinkan pimpinan Al Qaeda. Tiga perwira BIN menerima MH dan sandera lainnya di kantor pemeriksaan imigrasi di perbatasan Yordania - Irak. Pada detik itu juga perwira lapangan menelpun Kepala BIN Samsir Siregar yang berada di istana Merdeka bersama Presiden Bambang Susilo Yudoyono yang kemudian melakukan dialog langsung dengan MH dari MetroTV.
Saya dan kawan-kawan sejawat yang mengendalikan dan memonitor operasi dari HQ sangat puas dan merasa berbahagia serta bangga bisa memberikan yang terbaik demi kehormatan bangsa dan negara. Saya sempat menitikkan air, seorang santri kampung bisa membawa nama baik Indonesia dan sekaligus Aswaja serta berhasil mengajak kerja sama pimpinan Aswaja dari negara Muslim lain. Bekerja dalam senyap, patriot tanpa tanda jasa dan tidak mengharap pujian -- sesuai benar dengan kultur Aswaja.
DR KH As'ad Said Ali
Mantan Wakil Kepala BIN, Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027. Tinggal di Jakarta.
Advertisement