Jari Putus di Baku Tembak, Diselidik Lagi
Oleh: Djono W. Oesman
Baku-tembak polisi, jari putus, terjawab. "Tidak ada pemotongan (jari). Itu akibat tembakan," kata Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto di konferensi pers, Selasa, 12 Juli 2022. Meski jarang, itulah hasil autopsi.
-----------
Konferensi pers jadi seru, gegara pertanyaan wartawan ke polisi soal jari korban tewas Brigadir Nopriansah Yosua Hutabarat, yang putus.
Ditambah lagi tentang dugaan sayatan di leher dan mata Nopriansah. Yang seolah ada penggunaan senjata tajam, selain senjata api.
Jari putus, disampaikan tante Nopri bernama Roslin kepada pers, saat menerima jenazah Nopri di Jambi, Sabtu, 9 Juli 2022 malam.
Roslin: "Malam itu, dari keterangan kepolisian Jakarta menyampaikan, bahwa di kediaman Bapak Irjen Ferdy Sambo itu ada adu tembak, sehingga keponakan kami tewas. Tapi kami nggak puas. Kalau adu tembak, mengapa ada luka sayatan, dan dua jari putus."
Luka sayat, menurut Roslin ada di leher dan mata, selain dua jari putus. "Kami minta bukti rekaman CCTV," katanya.
Wartawan mengonfirmasi itu kepada Kombes Budhi Herdi di konferensi pers. Begini:
Tanya: Brigadir J (Nopri) ini kan jarinya putus, kenapa jarinya bisa putus? Apakah jari sengaja dipotong atau bagaimana? Dari pihak keluarga Brigadir J tidak terima Brigadir J dituduh melecehkan istri Kadiv Propam. Mereka minta bukti rekaman CCTV. Kalau misalnya tidak ada rekaman CCTV, apa bisa dibilang pelecehan?"
Jawab: Baik saya jawab, tadi sudah saya jelaskan bahwa saat Brigadir J melakukan penembakan terhadap Bharada E, dia memegang senjatanya dengan dua tangan. Dan disampaikan pula tadi ada peluru yang kena ke jari Brigadir J itu sendiri yang kemudian tembus dan mengenai bagian tubuh yang lain.
Dilanjut: Jadi, bukan karena ada potongan atau yang lain. Tapi saya tegaskan semua luka yang ada pada tubuh Brigadir J berdasarkan hasil autopsi sementara berasal dari luka tembak. Polri dalam hal ini menggunakan scientific crime investigation.
Tanya: Ini klarifikasi dari keluarga Brigadir J. Dia mengaku, di jasad Brigadir J ada bekas luka sayat di leher, di bibir dan di mata. Apakah luka sayat tersebut pasti dari serempetan peluru? Atau keterangan keluarga ini salah?
Jawab: Bahwa hasil autopsi sementara menjelaskan, memang ada luka. Ini boleh saya bacakan ya, ini hanya sementara, ada di poin nomor dua. Bahwa ditemukan tujuh buah luka tembak masuk pada kelopak bawah mata kanan. Jadi terjawab ya, bahwa luka sayatan di kelopak bawah kanan itu adalah luka tembak masuk.
Soal bukti rekaman CCTV di TKP, Kombes Budhi mengatakan begini:
"Kebetulan CCTV-nya rusak sejak 2 minggu lalu. Sehingga tidak dapat kami dapatkan. Namun kemudian, tentunya kami tidak berhenti sampai di situ. Secara scientific crime investigation kami berusaha untuk mengungkap, membuat terang peristiwa ini dengan mencari alat bukti lain secara scientific."
Dilanjut: "Kami mencari juga alat bukti pendukung, yakni CCTV dari sekitar rumah tersebut, yang merupakan, atau bisa membuktikan petunjuk adanya proses atau orang-orang yang mungkin berada di rumah tersebut."
Soal dugaan pelecehan seksual oleh korban Nopri terhadap istri Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, menjadi sangat jelas, sebab istri Ferdy membuat laporan polisi ke Polres Jakarta Selatan.
Seperti diberitakan, TKP adalah rumah singgah (bukan rumah utama) Irjen Ferdy di Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan. Kejadian, Jumat, 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00.
Saat kejadian, istri Ferdy di dalam kamar tidur. Ferdy tidak di rumah. Ia tes PCR di suatu tempat.
Nopri adalah anggota Bareskrim Polri yang ditugaskan sebagai sopir dinas istri Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo. Bharada E adalah anggota Brimob yang ditugaskan sebagai pengawal Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Nopri sudah ada di dalam kamar Ny Ferdy. Lalu, Ny Ferdy berteriak minta tolong.
Teriakan mengundang Bharada E turun dari lantai dua. E bertanya ke Nopri: Ada apa? Dijawab Nopri dengan tembakan. Yang meleset. Akhirnya terjadi baku-tembak, menewaskan Nopri.
Apa isi laporan Ny Ferdy ke Polres Jakarta Selatan?
Kombes Budhi: "Kami agak sensitif menyampaikan ini. Tentunya itu isu dalam materi penyidikan yang tidak dapat kami ungkap ke publik. Tapi pelaporan menyangkut Pasal 335 dan Pasal 289 KUHP."
Pasal 335 kelihatan tidak spesifik. Bunyinya begini:
Ayat 1: Dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,– :
Ayat 1e: Barang siapa dengan melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan, tiada melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa dengan kekerasan, dengan sesuatu perbuatan lain ataupun dengan perbuatan yang ta’ menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan, ancaman dengan sesuatu perbuatan lain, ataupun ancaman dengan perbuatan yang tak menyenangkan, akan melakukan sesuatu itu, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.
Sedangkan, Pasal 289 sangat jelas. Bunyinya begini:
Barang siapa, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya, perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Laporan polisi itu sesungguhnya sudah tidak efektif hukum. Sebab, terlapor sudah meninggal dunia. Laporan, berguna sebagai pengungkap kejadian yang melatari baku-tembak itu. Agar terang-benderang.
Walaupun, kasus ini terpaksa menjadi sensitif (seperti kata Kombes Budhi) dengan terungkapnya laporan perbuatan cabul (bunyi Pasal 289 KUHP). Apalagi, korban istri jenderal polisi bintang dua.
Tapi, laporan tersebut memungkinkan, tidak perlu dibentuk TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) seperti desakan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso di siaran pers, Senin, 11 Juli 2022, yang mengatakan:
"Harus dibentuk TGPF atas perintah Kapolri, bukan oleh Propam. Karena kalau oleh Propam, pengusutan bisa jadi bias."
Sebaliknya, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam pernyataan pers dari Mabes Polri, Selasa, 12 Juli 2022, menyatakan, segera membentuk tim pencari fakta, melibatkan pihak dari luar Polri.
Kapolri: "Di satu sisi kami juga sudah menghubungi rekan-rekan dari luar, yakni Kompolnas dan Komnas HAM terkait isu yang terjadi. Sehingga di satu sisi tentunya kita mengharapkan bahwa kasus ini bisa dilaksanakan pemeriksaan secara transparan, objektif, dan tentunya karena khusus menyangkut masalah anggota, kami juga ingin bahwa peristiwa yang ada betul-betul bisa menjadi terang."
Dilanjut: "Kita ingin semua ini bisa tertangani dengan baik. Saya telah membentuk tim khusus yang dipimpin Pak Wakapolri, Pak Irwasum, Pak Kabareskrim, juga ada As SDM, termasuk juga fungsi dari Provos dan Paminal."
Kapolri tentunya sudah membaca situasi, bahwa publik perlu penjelasan lebih transparan daripada yang sudah dijelaskan.
Penulis adalah Wartawan Senior
Advertisement