Januari-Februari 2019, Seluas 842 Ha Lahan di Riau Terbakar
Berdasarkan data BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Riau, sejak awal Januari hingga pertengahan Februari luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau mencapai 841,71 hektare.
Area yang terbakar berada di Kabupaten Bengkalis (625 hektare/ha), Kabupaten Rokan Hilir (117 ha), Dumai (43,5 ha), Meranti (20,2 ha), Pekanbaru (16 ha), serta Kampar (14 ha)
Sementara menurut Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), hari ini Senin 18 Februari menurut data satelit ada puluhan titik panas indikasi awal kebakaran hutan dan lahan di 13 area perusahaan kehutanan dan kelapa sawit di Provinsi Riau selama 11-17 Februari 2019.
"Kami menggunakan data Satelit Terra-Aqua Modis, sama persis seperti yang digunakan oleh BMKG. Bedanya adalah, kita melakukan overlay dengan peta kawasan hutan, peta peruntukan gambut dan pemegang izin," kata Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setio kepada Antara di Pekanbaru, Senin.
Jikalahari memadukan data titik panas berdasar citra satelit dengan Peta Hak Guna Usaha (HGU) Badan Pertanahan Nasional 2010, peta Konsesi Kementerian Kehutanan 2010, Peta Kawasan Konservasi Kementerian Kehutanan 2010, dan draf Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Riau 2011.
Pemaduan data sebaran titik panas dengan peta-peta tersebut menunjukkan selama 11 hingga 17 Februari 2019 ada 53 titik panas di area perusahaan industri kehutanan dan kepala sawit dengan tingkat kepercayaan nol sampai 100 persen.
Menurut Jikalahari, 50 titik panas berada di areal konsesi industri kehutanan dengan rincian tujuh titik di konsesi perusahaan grup APP dan perusahaan pemasoknya, dan 43 titik di konsesi grup APRIL dan perusahaan pemasoknya.
Selain itu, menurut data Jikalahari, ada tiga titik panas di lahan perusahaan kelapa sawit.
Dari seluruh titik panas yang terdeteksi di area perusahaan selama 11-17 Februari, menurut Okto, ada 26 yang terindikasi kuat sebagai titik api dengan tingkat keakuratan 70 sampai 100 persen.
Rinciannya, ada 19 titik api di konsesi PT Sumatera Riang Lestari dan enam titik api di PT Rimba Rokan Lestari, keduanya pemasok grup APRIL.
Sementara di areal HGU kelapa sawit ada satu titik api di area PT Sarpindo Graha Sawit Tani.
Okto mengatakan titik-titik panas dengan tingkat kepercayaan nol sampai 100 persen di lahan perusahaan-perusahaan tersebut bisa saja menimbulkan kebakaran, karenanya perlu ada pengecekan ke lapangan.
"Nah, kalau tingkat kepercayaan 70 sampai 100 persen, itu kuat dugaan adalah titik api," katanya.
Dia menjelaskan Jikalahari mengeluarkan data-data terkait titik panas tersebut sebagai rujukan awal bagi instansi terkait dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Riau.
"Harapannya tentu ini jadi perhatian baik dari pemegang izin, KLHK selaku pemberi izin dan pengawas, dan juga penegak hukum. Ini data awal dan bisa jadi rujukan. Bahkan kita juga mengeluarkan data titik panas di kawasan moratorium gambut, supaya lebih jelas siapa yang harus bertanggung jawab untuk menindaklanjutinya," kata Okto.
Jikalahari juga merilis data titik panas di kawasan gambut Provinsi Riau dalam periode 11-17 Februari, yang meningkat menjadi 231 titik dari hanya 48 titik panas pada kurun 4-10 Februari.
Titik panas terkonsentrasi di daerah pesisir Riau seperti Kabupaten Bengkalis, Dumai, Kepulauan Meranti dan Pelalawan. Klarifikasi Perusahaan Humas PT Sumatera Riang Lestari Abdul Hadi mengatakan titik-titik panas itu bukan berarti kebakaran, karena sampai sekarang perusahaan belum mendeteksi adanya kebakaran lahan di area konsesi.
"Sampai sore kemarin dilaporkan dari lapangan tidak ada konsesi yang terbakar," kata Abdul Hadi.
Manajer Komunikasi Korporat PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT RAPP) dari April Grup, Jarot Handoko, juga mengemukakan bahwa titik panas belum tentu merupakan kebakaran.
"Pembuktiannya harus cek lapangan, cross check saja ke BPBD supaya lebih valid," katanya.
Kepala BPBD Riau Edwar Sanger mengatakan dia tidak tahu persis lokasi titik panas maupun kebakaran yang berada di areal perusahaan.
BPBD, ia mengatakan, hanya menggunakan data titik panas dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika sebagai acuan kerja untuk memadamkan kebakaran.
"Urusan kita padamkan kebakaran saja. Kalau tentang status lahan juga kita yang kerjakan, makin banyak kerjaan saya, tidak akan kelar-kelar," kata Edwar.
Ia menambahkan data mengenai status lahan yang terbakar berada dalam kewenangan instansi terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Berdasarkan data BPBD Riau sejak awal Januari hingga pertengahan Februari luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau mencapai 841,71 hektare.(an/ar)
Advertisement