Jantung Perkara Sambo Jadi Ambigu
Oleh: Djono W. Oesman
Ini sidang penting perkara Ferdy Sambo. Putri Candrawathi (isteri Sambo) mengaku diperkosa Brigadir Yosua. Juga, dibanting tiga kali ke lantai. Inilah pengakuan Putri yang pertama ke publik pada sidang terbuka untuk umum.
------------
Pengakuan itu inti perkara pembunuhan Yosua. Diucapkan Putri sebagai saksi di sidang dengan terdakwa tiga orang: Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf di PN Jaksel, Senin, 12 Desember 2022.
Itulah motif pembunuhan Yosua. Putri cerita, perkosaan terjadi di rumah Sambo di Magelang, Jateng, pada Kamis, 7 Juli 2022. Atau sehari sebelum Yosua dibunuh di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Tapi, kesaksian Putri langsung termentahkan oleh uraian hakim. Bahwa, kenyataan Yosua dimakamkan secara kebesaran Polri. Lengkap dengan tembakan salvo.
Hakim bertanya ke Putri: "Apakah saudara tahu proses pemakanan seorang anggota kepolisian?"
"Tidak tahu."
"Saudara tahu tidak, syarat-syarat supaya seorang anggota Polri dapat penghormatan pemakaman?"
"Saya tidak tahu persis."
"Saya sampaikan, untuk mendapatkan penghargaan seperti itu (pemakaman Yosua) berarti yang bersangkutan tidak boleh mendapatkan cemar sedikit pun. Tidak boleh ada noda dalam karirnya."
Hakim lagi: "Kedua, dalih perkosaan itu, sampai hari ini Mabes Polri membatalkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) mengenai hal itu."
Faktanya, Putri sudah melaporkan perkosaan itu ke Polres Jakarta Selatan, sehari setelah pembunuhan Yosua. Tapi, penyidikannya sudahdihentikan Polri.
Tapi, di sidang, Putri tetap menyatakan, bahwa dia diperkosa Yosua dan dibanting tiga kali ke lantai.
Ganti, Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya ke Putri: "Saudara ada hubungan apa sama Yosua?"
"Maksudnya?"
"Ada hubungan lebih dari sekadar ajudan dengan atasan?"
"Yosua adalah driver saya, yang saya anggap sebagai anak kami."
"Tidak ada hubungan romantis?"
"Tidak ada."
JPU mengingatkan, Putri sudah menjalani tes poligraf (uji kebohongan). Di dalam tes poligraf, ada pertanyaan: "Apakah Putri berselingkuh dengan Yosua di Magelang?"
Putri membenarkan tes poligraf dan pertanyaan tersebut.
JPU: "Lalu, apa jawab Saudara? Apakah Saudara berselingkuh dengan Yosua?"
"Tidak."
"Di sini, hasil tes poligraf Anda berbohong. Bagaimana tanggapan Anda?"
"Saya tidak tahu."
Putri ditanya hakim lagi, soal peristiwa pembunuhan Yosua di rumah dinas Duren Tiga. Pada saat Yosua dihujani tujuh tembakan (enam peluru keluar lagi, satu bersarang di tubuh Yosua). Ketika itu Putri ada di dalam kamar, berjarak sekitar tiga meter dari lokasi penembakan.
Hakim: "Ketika Saudara ada di Duren Tiga, ada tembak-menembak (skenario Sambo) itu Saudara melihat?"
"Saya tidak memastikan. Hanya itu terjadi letusan."
"Saudara menangis?"
"Saat mendengar letusan, saya menangis. Karena saya tidak tahu ini ada apa?"
"Lho... Saudara mengatakan tidak tahu ada apa, tapi kok menangis? Tidak tahu, kok menangis? Apakah menangis bagian dari skenario? Kapan Saudara mengetahui itu skenario?"
"Tanggal 9 Juli. Diberitahu Pak Sambo."
Di sidang itu Putri diombang-ambingkan pertanyaan-pertanyaan yang menguji logika. Dari jawaban-jawaban Putri, kelihatan dia terjebak menuju kondisi sesungguhnya di lapangan saat kejadian. Juga terjebak soal topik perkosaan.
Uniknya, di sidang tersebut pada bagian tertentu, hakim menyatakan, sidang tertutup untuk umum. Sidang tertutup berlangsung sekitar setengah jam.
Menurut hakim, sidang di segmen tertentu itu dinyatakan tertutup, sebab terkait kejadian Putri di dalam kamar di rumah Magelang. Materinya asusila, atau terkait seks. Dan, hasil sidang tidak diungkap ke publik.
Jadi, ada yang kontradiktif. Di satu sisi, berdasar pertanyaan-pertanyaan hakim dan jawaban-jawaban Putri, bisa disimpulkan, tidak ada perkosaan. Terbukti, Yosua dimakamkan secara kehormatan Polri.
Di sisi lain, sidang ditutup karena terkait seks. Sidang boleh tertutup jika terkait seks atau terkait anak-anak, sesuai Pasal 153 ayat 3 KUHAP.
Maka, topik perkosaan Yosua terhadap Putri jadi membingungkan. Antara ada dan tiada. Bersifat ambigu. Padahal, jantung perkara ini adalah: Perkosaan.
Kalau jantung perkara bersifat ambigu, bagaimana hasil sidang bisa mencapai keadilan?
Di sisi lain, pembunuhan pasti ada motif. Mutlak. Karena para pelaku bukan orang gila yang membunuh tanpa motif. Meskipun, motif tidak berpengaruh terhadap pokok perkara atau kualitas sanksi pidana terhadap pelaku.
Seumpama, tidak ada perkosaan, lantas motif pembunuhan Yosua apa? Ini jadi faktor sulit peradilan. Rumitnya kasus ini sudah sejak awal sampai sekarang. (*)
Advertisement