Jangan Sepelekan Nikmat Sehat dan Sempat, Begini Pesan Ulama
Banyak orang yang menyepelekan nikmat sehat dan sempat. Karena mereka beranggapan yang namanya nikmat hanya dalam bentuk materi seperti duit maupun hadiah berupa barang. Sehingga nikmat sehat dan sempat jarang disyukuri.
Menurut KH Subhan Makmun, dua nikmat tersebut, sering dirugikan oleh diri sendiri. Seseorang merasa kehilangan sehat dan sempat ketika di timpa sakit dan tereleminasi dari kehidupan masyarakat. \
"Dengan kesehatan, seseorang bisa melakukan berbagai pengabdian. Ketika shalat, dibutuhkan badan yang sehat. Termasuk menunaikan ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya sehat menjadi prasarat utama.
“Bagaimana akan menunaikan kewajiban beribadah kalau badan di rundung sakit?” kata Rais Suriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Tidak seluruh cita-cita selamanya tercapai, karena berlayar tidak selamanya sesuai angin. Untuk itu harus semangat, dan jadikanlah penghalang itu sebagai kebaikan, karena bisa dijadikan control dan instrospeksi diri menuju kebaikan,” tutur Kiai Subhan Makmun.
Sehat juga harus dibarengi dengan nikmat sempat. Kita memiliki badan yang sehat, tetapi waktu yang tersedia untuk menghadiri suatu kegiatan tercerabut, maka kesempatan tersebut akan hilang tanpa bekas.
“Nikmat sehat dan sempat, merupakan kenikmatan yang tidak pernah membosankan, namun kenapa banyak yang melalaikan?” kata Kiai Subhan balik bertanya kepada hadirin.
Bila kita pandai bersyukur, maka kenikmatannya akan sampai anak cucu. Dengan bersyukur, kenikmatan akan bertambah dan sekaligus mengekalkan kenikmatan itu sendiri.
Untuk itu, lanjut kiai, selagi masih sehat dan memiliki kesempatan berbuatlah yang terbaik di muka bumi. Berbuatlah kebaikan karena lillahi taala, dengan niatan tulus seperti benih yang ditanam maka akan tumbuh dan bila kita tidak bisa memetik buahnya sekarang, maka yakinlah buah itu akan dipetik anak cucu kita.
“Saat kecil, saya bertanya kepada orang tuaku, kenapa Abah menanam kelapa, kan berbuahnya lama sekali? Abah saya Cuma menjawab singkat, ‘insyaallah manfaat Khumaedi’,” kenang Kiai Subhan yang saat kecil di panggil Khumaedi.
Ternyata, apa yang ditanam Abah bermanfaat hingga sekarang ketika Abah telah lama tiada. Dan apabila jadi pejabat, polisi, TNI, kiai, dokter dan seluruh manusia menanamkan kebaikan, maka akan bermanfaat hingga untuk masa depan. Pandai-pandai menanam kebaikan maka akan dinikmati anak cucu.
Kiai Subhan juga mengingatkan, kalau dalam membangun pasti ada hambatan. Ibarat menaiki perahu layar pasti ada arah angin dan gelombang yang berlawanan arah dengan tujuan kita. Untuk itu, perlu ada semangat dan kerja gotong-royong bersama seluruh elemen masyarakat sehingga bisa mencapai tujuan yang diharapkan.
“Tidak seluruh cita-cita selamanya tercapai, karena berlayar tidak selamanya sesuai angin. Untuk itu harus semangat, dan jadikanlah penghalang itu sebagai kebaikan, karena bisa dijadikan control dan instrospeksi diri menuju kebaikan,” tuturnya. (adi)