Jangan Paksa Anakmu! Melepas Kepergian Menutut Ilmu
Dalam pandangan penyair dari Timur Tengah, Gibran Khalil Gibran, anak adalah laksana mata panah yang lepas dari busurnya. Awalnya, bisa diarahkan menurut kehendak kita. Tapi, bila anak panah sudah melesat jauhnya, kita tak bisa mengendalikannya.
Karena itu, ada anjuran kepada keluarga santri dan umat Islam secara umum di Indonesia, untuk tidak sepenuhnya mengikuti pandangan tersebut.
Misalnya, bila orangtua menginginkan anaknya menuntut ilmu di pondok pesantren, tidak harus memaksakannya. "Jangan Paksa Anakmu!", merupakan pesan disampaikan KH Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar el-Quran, Arjawinangun, Cirebon.
Namun begitu, berbahagialah orangtua yang anaknya bersedia menuntut ilmu ke pondok pesantren. Hal itu membuktikan suatu anugerah dan hidayah dari Allah subhanahu wa ta'ala (SWT) agar sang putra atau putri, mampu mengemban ilmu agama di masa depan.
Berikut dua catatan singkat KH Husein Muhammad.
1. Jangan Paksa Anakmu!
Ada quotes yang populer dan penting :
لا تكرهوا أولادكم على آثاركم، فإنهم مخلوقون لزمان غير زمانكم،
"Jangan kau paksa anak-anak kalian mengikuti jejak budaya kalian, karena mereka dilahirkan pada zamannya sendiri, bukan pada zaman kalian".
Sebagian orang menyebut ia kata-kata Sayyid Ali bin Abi Thalib.
Sementara al Syahristani dalam "al Milal wa al Nihal", dan Ibn Qayyim al Jauziyyah dalam "Ighatsah al Luhfan fi Mashayid al Syaithan", mengutip kata-kata ini dari Socrates. Ada yang bilang dari muridnya :Plato.
Bagaimana menurutmu?.
Aku bilang:
خذ الحكمة من اي وعاء خرجت.
"Ambillah mutiara bijak (hikmah) dari manapun dan oleh siapapun. Tuhan menganugerahkan ia kepada siapapun yang dikehendaki-Nya.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran".(Q.s. al Baqarah, 269).
Melepas Kepergian Menutut Ilmu
Tadi malam saat acara pamitan anak untuk melanjutkan belajar di luar, aku menyampaikan pesan-pesan ini.
Imam Syafi’i menyampaikan pesan dalam puisinya :
ما في المُقامِ لذي عقلٍ وذي أدبٍ
منْ رَاحَة ٍ فَدعِ الأَوْطَانَ واغْتَرِب
“Berdiam diri di desa bagi manusia berakal dan berkebudayaan, akan pergi tinggalkan kampung halamannya. Maka merantaulah anakku menuntut ilmu dan kemuliaan diri.
سافرْ تجد عوضاً عمَّن تفارقهُ
وانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
Berkelanalah, niscaya kan kau temukan teman-teman baru, pengganti orang-orang yang kau tinggalkan.
Berjuang keraslah, karena sesungguhnya kebahagiaan hidup itu
ada pada semangat dalam usaha keras.
إني رأيتُ وقوفَ الماء يفسدهُ
إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
Aku melihat, air kolam yang diam akan berbau
Tetapi manakala ia air mengalir,
ia akan sehat dan menyegarkan.
تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا
Terbang Pagi dalam lapar
Pulang ke kandang dalam kenyang.
K. H. Abdul Wahid Hasyim, ayah Gus Dur berpuisi indah.
. إِذَا فَاتَنِيْ يَوْمٌ وَلَمْ أَصْطَنِعْ يَدًا # وَلَمْ أَكْتَسِبْ عِلْماً فَمَاذَاكَ مِنْ عُمْرِيْ
Tatkala waktuku habis tanpa karya dan
pengetahuan, lantas apa makna umurku ini?.
(31.10.24/HM)