Jangan Lewatkan Festival Barong Ider Bumi Saat Mudik ke Banyuwangi
Bila Anda kebetulan mudik Lebaran ke Banyuwangi, jangan lewatkan atraksi seru Festival Barong Ider Bumi. Acara keren ini akan diselenggarakan 16 Juni 2018. Festival ini akan dihelat di Desa Kemiren, Glagah.
Kemiren merupakan perkampungan suku Osing, penduduk asli Banyuwangi. Dikenal sebagai salah satu kawasan cagar budaya, tiap tahun Kemiren selalu menggelar tradisi unik Barong Ider Bumi ini.
Tradisi Barong Ider Bumi sudah begitu mendarah daging di dalam kehidupan suku Osing. Warisan budaya unik ini telah berusia hingga ratusan tahun.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjelaskan, Barongan atau Barong dalam mitologi Jawa dan Bali merupakan sosok makhluk berkaki empat atau dua dengan kepala singa.
Barong dipercaya sebagai perwujudan nilai-nilai kebaikan dan keadilan. Ia juga merupakan figur yang senantiasa melawan kekuatan jahat yang dipimpin oleh perwujudan iblis bernama Rangda.
"Frasa ‘Ider Bumi’ dihasilkan dari dua kata yakni ‘Ider’ dan ‘Bumi’. Ider dalam bahasa Jawa berarti berkeliling, dan Bumi merupakan tempat berpijak. Ider Bumi bisa diartikan sebagai kegiatan mengelilingi tempat berpijak (bumi)," jelas Bapati Anas.
Banyak nilai sejarah yang terkandung dalam Festival Barong Ider Bumi. Sejarah tradisi ini berawal pada tahun 1840. Saat itu Desa Kemiren diserang wabah penyakit aneh yang mengakibatkan banyak warga meninggal. Banyak petani juga mengalami gagal panen.
Salah seorang sesepuh desa lantas meminta petunjuk kepada Mbah Buyut Cili, yang makamnya masih dirawat hingga kini. Pencerahan datang dalam wujud mimpi. Warga diminta melakukan arak-arakan Barong sebagai bentuk tolak bala.
"Tradisi ini lantas masih dilestarikan hingga saat ini. Selain menolak pengaruh negatif, Barong Ider Bumi juga terus dipertahankan untuk menjalin kerukunan antar warga," jelasnya.
Festival Barong Ider Bumi ini diawali ritual memainkan angklung oleh para sesepuh di balai desa setempat. Barong lantas diarak keliling desa sambil diiringi nyanyian Jawa, isinya doa kepada nenek moyang dan Tuhan untuk menolak bala dan memohon keselamatan.
Arak-arakan dimulai dari pusaran (gerbang masuk desa) menuju arah barat ke tempat mangku barong (pintu keluar desa) sejauh dua kilometer. Di sepanjang jalan, tokoh adat akan melakukan tradisi “Sembur Utik-utik”. Yakni kegiatan menebarkan uang logam, beras kuning, dan bunga sebagai simbol tolak bala.
Ketiga benda tersebut nantinya akan dibawa oleh rombongan tokoh adat dan para sesepuh. Yaitu dalam sebuah “Bokor”. Uang logam yang dibawa harus tepat bernilai Rp 99.900 dan bunga yang digunakan jumlahnya juga harus ada 9. Angka 9 ini merujuk pada 99 Nama Allah (Asmaul Husna).
"Waktu pelaksanaannya setiap 2 Syawal dan dimulai pada pukul 2 siang (14.00 WIB). Pemilihan waktu pelaksanaan tersebut berkaitan dengan simbol ciptaan Tuhan yang berpasang-pasangan," tuturnya.
Begitu arak-arakan mencapai ujung desa, warga akan berebut memakan pisang yang dipajang. Konon siapa yang berhasil bakal diberi keselamatan dan kemudahan dalam hidup.
Tidak sampai disitu, ritual Barong Ider Bumi masih dilanjutkan kegiatan selamatan oleh warga setempat. Prosesi ini menggunakan Tumpeng Pecel Pitik, salah satu kuliner khas Banyuwangi.
Selamatan sendiri merupakan suatu bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahan yang telah didapat.
Menteri Pariwisata Arief Yahya tak pernah melewatkan festival ini. Banyuwangi sebagai kampung kelahirannya, membuatnya selalu terlibat dalam Barong Ider Bumi di Desa Wisata Kemiren.
Mantan Dirut Telkom itu juga biasa turut melempar koin receh sebagai tanda kemakmuran, dan kesejahteraan, sebelum turut dalam parade Barong dengan menaiki kuda. Selain itu juga ikut melepas Burung Merpati sebagai simbolisasi kesetiaan yang tiada akhir.
Menurut Menpar Arief Yahya, Festival Barong Ider Bumi masih kental menjunjung tinggi nilai tradisi dengan melestarikan budaya dan kesenian para leluhur. Apalagi festival ini kerap menyajikan tarian yang ditampilkan anak-anak kecil.
"Ini bentuk pelestarian sejak dini. Anak balita bisa menari seluwes itu. Kita harap ada pelestarian lahir dan terus berkembang di tempat ini," ujar Menpar Arief Yahya.
Dari latar belakang inilah, lanjut Menpar, sebagai generasi penerus harus melestarikan kearifan lokal sebagai khazanah warisan bangsa. Menpar Arief Yahya juga selalu merindukan kuliner Pecel Pitik di Desa Kemiren yang disajikan di acara.
Makanan khas Banyuwangi Pecel pitik menggunakan bahan utama ayam kampung yang masih muda. Setelah disembelih, ayam kampung dibersihkan lalu dipanggang secara utuh di perapian.
Sedangkan bumbu yang digunakan sangat sederhana yaitu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk, dan gula. Setelah dihaluskan, bumbu dicampur dengan parutan kelapa muda. Penyajiannya cukup menarik. Ayam yang telah dipanggang lantas disuwir menggunakan tangan.
"Jadi tunggu apalagi, Ayo ke Banyuwangi, nikmati wisatanya, rasakan kulinernya. Anda pasti ingin kembali. Jangan lupa foto-foto lalu posting dengan hashtag #PesonaMudik2018, #MajesticBanyuwangi, #PesonaIndonesia," ajak Menpar Arief Yahya. (*)
Advertisement