Jangan Larut ke Lembah Nista, Manusia Diberi Sifat Fujur & Takwa
Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fathurrahman Kamal menuturkan, manusia diciptakan Allah dengan lengkap segala kelebihan yang dimiliki. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara makhluk lainnya karena dilengkapi dengan kelebihan fisik, akal dan nafsu.
Akan tetapi dalam Al-Quran Surat al-Baqarah ayat 30 mengabadikan keberatan malaikat atas rencana Allah SWT yang akan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Sejak lahir, di dalam setiap jiwa manusia, Allah SWT menyimpan dua benih, yaitu benih fujur (kefasikan) dan benih takwa (kebaikan).
Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam QS Asy-Syams: 8-10, “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya.”
Fathurrahman Kamal menjelaskan isi kandungan ayat di atas adalah Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia dua sifat yang berbeda yaitu fujur (fasik) dan takwa. Keduanya memiliki sifat saling berlawanan (kontradiktif).
Fujur berarti sifat-sifat buruk yang terpendam di dalam diri, dan takwa bermakna potensi-potensi kebaikan dalam diri manusia.
“Allah merupakan zat yang Maha Rahim, sehingga Dia memberikan rahmat melampaui apapun. Dengan kasih sayang yang begitu banyak, Allah berkehendak agar umat manusia ini tidak larut dalam kehidupan yang penuh dengan noda dan nista,” kata Fathurrahman dalam Sahur Talk.
Allah mengilhamkan kepada manusia sifat buruk (fujur) bukanlah bermaksud ingin mencelakakan manusia. Justru sifat fujur itu diciptakan untuk memaksimalkan sifat takwa manusia sehingga ia bisa menjadi pribadi yang mulia dengan takwanya.
Karenanya, keberadaan sifat fujur akan mendorong manusia untuk tazkiyat al-nafs atau menyucikan jiwa. Terkait konsep tentang penyucian jiwa, hal ini telah difirmankan oleh Allah SWT melalui QS Al A’ala:14, “Qad aflaha man tazakka.”
“Pensucian jiwa itu merupakan pilar kedua dalam al-Quran setelah membenarkan akidah kita. Jadi makna tazkiyat al-nafs secara konseptual berarti meyucikan jiwa dengan, misalnya, menunaikan zakat, apakah tanaman atau tanah yang harus dizakati,” terang dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Selain dengan harta, penyucian jiwa juga dapat dilakukan dengan pembersihan diri dari sifat kebuasan, kebinatangan, dan setan untuk kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji, yaitu dengan menghadirkan kebaikan-kebaikan di dalam pikiran, hati, dan perbuatan kita sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT.
“Allah akan menyucikan jiwa seseorang yang Dia kehendaki. Jadi ini penting pencapaian kesucian jiwa dalam kehidupan ini tergantung dengan konektivitas atau hubungan vertikal kita dengan Allah SWT. Ini yang harus diyakini,” tutur Fathurrahman.
Advertisement