Jangan Kaget Jika ke Balkondes Disuguhi Bir
Jangan kaget jika Anda berkunjung ke Balkondes atau Desa Wisata di sekitar Borobudur, lantas disuguhi bir. Mereka kini bisa membuat bir dan menyajikannya untuk para tamu. Mereka telah mengikuti pelatihan selama dua hari di Balkondes Tuksongo, Borobudur, Magelang, 23-24 Juni 2021. Pelatihan ini dihadiri langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Bir yang bisa menghangatkan badan ini memang cocok disajikan untuk kawasan dingin di pondok wisata dan desa-desa wisata sekitar Borobudur. Bir ini juga diyakini bermanfaat untuk meningkatkan imun tubuh. Bir ini khas dari Jogja. Karena itulah disebut Bir Mataram.
Ya. Bir Mataram inilah yang siang disajikan di pondok wisata sekitar Borobudur untuk para wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus).
Tapi tenang saja. Penyajian bir ini tidak berarti melegalkan minuman beralkohol kok. Pasalnya, Bir Mataram ini, walaupun namanya bir, minuman ini tanpa alkohol seperti bir pada umumnya. Minuman ini terbuat dari rempah-rempah yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh.
Dinamakan bir karena seduhan ini mirip bir. Warnanya juga. Kekuning-kuningan. Bir ini juga bisa mengusir rasa dingin dan masuk angin. Bir Mataram ini cocok dinikmati di daerah dingin seperti kawasan sekitar Borobudur.
Karena itulah, peserta pelatihan berkeinginan bisa menyajikan Bir Mataram menjadi salah satu sajian minuman khas di pondok wisata mereka yang berada di sekitar Borobudur. Apalagi bir ini sarat makna sejarah, filosofi, dan memiliki kandungan nutrisi fitofarmaka yang bermanfaat meningkatkan imun tubuh.
Pelatihan pembuatan minuman Bir Mataram ini diberikan oleh Chef asal Jogja yang juga dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta. Namanya Chef Dodik Prakoso. Lengkapnya Dodik Prakoso Eko Hery Suwandojo, S.ST.Par., M.M., CHE.
Chef Dodik membawakan menu khas Keraton Yogyakarta menjadi bahan pelatihan untuk para pelaku usaha pondok wisata (homestay) dan pelaku usaha pariwisata lainnya di sekitar Borobudur. Ada sebanyak 61 orang mengikuti pelatihan yang digelar Kemenparekraf ini.
Selain Bir Mataram, menu keraton yang diajarkan adalah kudapan “Manuk Nom”. Kedua menu tersebut dipilih untuk dipraktikkan karena bahan bakunya mudah didapatkan di sekitar Borobudur. “Sehingga sustainability-nya diharapkan bisa terkawal dengan penggunaan bahan lokal yang banyak terdapat di sekitar tempat tinggal peserta pelatihan,“ jelas Chef Dodik.
Materi pelatihan disampaikan kepada peserta secara luring atau tatap muka dengan menerapkan prokes covid-19 yang sangat ketat. Sebelum pelatihan, semua peserta melakukan tes antigen. Hadirin dan undangan wajib mengenakan masker serta selalu menjaga kebersihan tangan dan menjaga jarak. Perlengkapan protokol kesehatan (prokes) disediakan bagi hadirin dan undangan di dalam goody bag.
Chef Dodik menegaskan, makanan dan minuman harus disajikan dengan penataan yang baik dan menarik serta menerapkan prokes. Ini dilakukan agar bisa memenuhi keinginan tamu (pelanggan) di tengah Adaptasi Kebiasaan Baru di Masa Pandemi Covid-19. Penyajian makanan dan minuman yang baik, benar dan menarik hanya bisa dilakukan oleh SDM yang unggul dan kreatif.
Guna mendapatkan SDM yang unggul dan kreatif itulah, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Kelembagaan, Kemenparekraf bekerja sama dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), menyelenggarakan kegiatan “Pelatihan Usaha Pariwisata Berbasis Klaster di DSP Borobodur” ini.
"Dalam pelatihan ini kita mencoba memberikan keterampilan kepada pengelola homestay dengan memperhatikan beberapa variabel dan cara mempresentasikan produk agar menarik. Sehingga bisa menggugah keinginan dan kebutuhan dari para wisman atau wisnus yang berkunjung ke homestay," ujar Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan, Kemenparekraf Dr. Wisnu Bawa Tarunajaya, M.M. dalam sambutannya saat membuka acara.
Mengenai nilai sejarah Manuk Nom dan Bir Mataram, Chef Dodik mengatakan bahwa kedua hidangan tersebut memiliki nilai historis yang sangat kental dengan Keraton Yogyakarta. Keduanya menjadi hidangan khas Raja-Raja Mataram. “Bir Mataram” dibuat pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII. Minuman ini dibuat untuk menyelamatkan masyarakat agar masyarakat tidak ikut mabuk menenggak bir yang dibawa Belanda.
Sedangkan kudapan “Manuk Nom” merupakan salah satu kuliner bersejarah Keraton Yogyakarta yang kerap disajikan di beberapa acara jamuan kerajaan mulai tahun 1877 sampai dengan tahun 1921. Karena kelezatannya, “Manuk Nom” mulai disuguhkan kembali sebagai hidangan pembuka pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII tahun 1921-1939. Sajian “Manuk Nom” ini juga merupakan salah satu menu kegemaran Sultan Hamengku Buwono IX.
Dalam melaksanakan praktik memasak Chef Dodik mengajak kepada peserta pelatihan untuk ikut terlibat langsung dalam proses pembuatan menu sebagai volunteer sehingga peserta pelatihan bisa mendapatkan pengalaman langsung. Dengan model ini, peserta menjadi aktif dan akan selalu ingat proses pembuatan menunya.
Manuk Nom, jika diartikan berarti burung muda. Kendati memiliki nama Manuk Nom, hidangan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan sajian berbau burung atau ayam. Ya, Manuk Nom ini merupakan hidangan penutup berupa puding kukus yang terbuat dari tape ketan. Tampilan puding dengan kedua emping dipasang di kedua sisi ini membuat sajian Manuk Nom tampak seperti burung muda yang mengepakkan kedua sayapnya.
Selain Sandiaga Uno, acara pelatihan ini juga dihadiri oleh anggota DPR RI Komisi V Ir. Sudjadi, Ketua Umum KOWANI Kongres Wanita Indonesia Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd (secara tapping), Ketua YHI KOWANI, Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M. Arch., Ph.D., Ketua DPRD Kabupaten Magelang Saryan Adiyanto, S.E., Bupati Kabupaten Magelang Zaenal Arifin, S.IP., dan Balai Penyediaan Pelaksana Perumahan Jawa III ((BP2P Jawa III), Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR Mochamad Mulya Permana, ST., MT.