Jangan Hanya Didata, Anak Yatim karena Covid-19 Harus Disantuni
Sejumlah daerah maupun Kementerian Sosial Republik Indonesia mulai menyampaikan ke publik terkait data anak-anak yang kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya karena Covid-19, gerakan cepat tersebut patut diapresiasi.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Restyarti mengatakan, pendataan terhadap anak yatim karena orang tuanya meninggal dunia terkena Covid-19 jangan hanya berhenti pada pendataan saja.
"Harus ditindaklanjuti dengan penanganan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk melindungi dan memenuhi hak anak-anak yang kehilangan orangtuanya tersebut," ujar Retno, Minggu 22 Agustus 2021.
Retno menyampaikan apresiasinya terhadap sejumlah daerah yang sudah melakukan pendataan, di antaranya Jawa Tengah yang menyebutkan angkanya sekitar 7.756 anak; Jawa Timur memperkirankan 7.000, dan Kota Depok mengumumkan sekitar 870 anak kehilangan orangtuanya karena Covid-19. Sementara Kementerian Sosial merilis data nasional yang angkanya baru 11.045 per 8 Agustus 2021.
“Perlu ada sinergi dan koordinasi pendataan secara berkesinambungan terhadap anak korban kehilangan orangtua di masa pandemi Covid-19 di seluruh Indonesia, bisa dimotori oleh Tim Gugus Tugas Covid Nasional yang berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait, Pemuktahiran data secara berkesinambungan sangat diperlukan agar segera menjangkau dan membantu anak-anak yang kehilangan orangtuanya karena Covid-19”, urai Retno.
KPAI merekomendasikan penanganan jangka pendek yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah setelah mengetahui keberadaan ana-anak tersebut adalah memberikan bantuan kebutuhan makan sehari-hari dan melakukan assesmen psikologis agar dapat membantu memulihkan kondisi psikologis anak-anak tersebut.
“Karena kehilangan salah satu, apalagi kedua orangtua dalam waktu singkat, pasti menimbulkan kecemasan dan ketakutan anak-anak tersebut, dan ini sangat menganggu kesehatan mentalnya,” ujar Retno.
Penanganan jangka menengah yang harus dilakukan Pemerintah adalah melindungi anak-anak tersebut dari potensi tidak mendapatkan pengasuhan yang layak, diadopsi tidak sesuai ketentuan peraturan perundangan, potensi mengalami kekerasan, dinikahkan usia anak, bahkan potensi menjadi korban perdagangan manusia.
Masih kata Retno, selain itu anak-anak yang orangtuanya meninggalkan harta benda dan warisan kekayaan lainnya perlu didampingi dan dilindungi, agar harta benda peninggalan orangtuanya, termasukan surat berharga dan saldo rekening dapat dimanfaatkan anak-anak tersebut untuk masa depannya, jangan sampai jatuh di tangan orang-orang yang tidak bertanggungjawab, mengingat anak-anak tersebut masih di bawah umur.
"Penanganan jangka panjang yang harus dilakukan Pemerintah Pusat adalah memasukkan anak-anak yang kehilangan orangtuanya ini dalam sejumlah program pemerintah, seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Program Indonesia Sehat, maupun Program Keluarga Harapan," terangnya.
Retno mengatakan, Kartu Indonesia Pintar untuk menjamin pemenuhan hak atas pendidikan anak-anak tersebut demi melanjutkan pendidikannya, minimal sampai jenjang SMA/sederajat. Kalau di DKI Jakarta harus mendapatkan juga Kartu Jakarta Pintar (KJP Plus).
Sedangkan Kartu Indonesia Sehat, kata Retno, untuk menjamin pemenuhan hak atas kesehatannya, karena mustahil anak-anak itu harus membayar BPJS setiap bulannya. Anak-anak juga rentan jatuh sakit dalam masa pertumbuhannya. Sedangkan PKH merupakan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-sehari, yaitu makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak-anak tersebut.
“Anak-anak yang kehilangan orangutan karena Covid-19 harus dipastikan mulai APBN maupun APBD tahun 2022 diikutsertakan atau mendapatkan seluruh bantuan dalam program-program tersebut dengan cara yang tidak bertele-tele administrasinya, cukup surat keterangan kematian orangtuanya dan kartu keluarga yang sudah di perbaharui, dimana anak-anak tersebut tercantum namanya,”ujar Komisioner KPAI.