Jangan Bicara tentang Capres dan Cawapres, Bicara tentang Zohri Aja
Pemerintah dan rakyat Indonesia kecolongan. Ketika para pemimpin sedang ramai membicarakan soal capres dan cawapres. Sementara rakyatnya asyik nonton tayangan sepakbola Piala Dunia hingga dini hari. Dalam kesendiriannya, seorang pemuda asal Lombok, NTB, mengukir prestasi dunia yang mencengangkan di Eropa, tepatnya Finlandia.
Lalu Muhammad Zohri, meraih medali emas untuk lari 100 meter putera, pada Kejuaraan Dunia Atelitik U-20 yang diselenggarakan IAAF atau International Association Athletic Federations (Asosiasi Internasional Federasi Atletik).
Dalam video berudurasi 7,05 menit yang pertama kali diunggah ke Youtube oleh Mr. TT hari Selasa 11 Juli kemarin yang kemudian menyebar dan menjadi viral, nampak Zohri usai mencapai garis finis paling depan dengan catatan waktu 10.18 detik, celingukan mencar-cari di mana officialnya, mana orang Indonesia, mana Sang Saka. Semua Tidak ada.
Zohri berharap ada orang yang berlari mendatanginya, lantas memeluknya dengan suka cita. Zohri sampai harus ke luar lintasan untuk mendekat ke arah tribun. Dia mencari-cari di antara para penonton di tribun, siapa tahu di kursi tribun ada orang yang berdiri, lantas melambaikan-lambaikan tangan kepadanya. Tidak ada.
Karena apa yang dicari Zohri belum juga ketemu, official lomba akhirnya meminta Zohri untuk kembali masuk lintasan. Dia sudah ditunggu juara 2 dan juara 3 untuk melakukan sesi foto para pemenang.
Setelah berjalan berputar sekali lagi sambil tetap celingukan, akhirnya Zohri terpaksa difoto tanpa membawa bendera kebanggaannya.
Juara 2 dan 3 yang mengapitnya, yaitu atlet Amerika Serikat Anthony Schwartz dan Eric Harrison, masing-masing membawa selembar The Stars and Stripes. Berada di tengah, keduanya kemudian sama-sama menyelimuti Zohri dengan bendera Amerika Serikat. Mengharukan. Sekaligus mengenaskan.
Di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 ini, sebenarnya Indonesia mengirimkan 3 atlet, selain Zohri yang turun di lari 100 meter, ada dua atlet lainnya yaitu untuk nomor 110 meter lari gawang dan nomor lompat galah, putra.
Di Kedubes RI yang berada di Ibukota Helsinki, masak gak ada bendera Merah Putih? Apakah tidak ada staf Kedubes yang mengawal atlet kita yang berlaga di kota Tempere, sekitar 1 jam berkendaraan dari Helsinki? Atau memang, tidak ada yang mengira Zohri akan mencatat sejarah?
Official dari PB PASI (Persatuan Altetik Seluruh Indonesia) dan pelatih yang mendampingi ketiga atlet Indonesia itu, apakah juga tidak membawa Merah Putih. Mungkin saja mereka malah menganggap tidak perlu membawa bendera, karena sadar yang akan dihadapi nanti adalah atlet-atlet handal dari seluruh dunia.
Dalam pertandingan final yang akhirnya dimenangkan Zohri saja, ada 7 lawan amat tangguh masing-masing dari Inggris, Jepang, Jamaika, Swedia, Afrika Selatan serta dua lainnya dari Amerika Serikat. Apakah kita justru hanya siap kalah, sama sekali tidak siap untuk menang?
Hari ini, Kamis 12 Juli, sejak pagi topik Zohri mampu mengalahkan isu capres dan cawapres. Mengalahkan juga topik Piala Dunia yang kebetulan memang lagi jeda hingga pertandingan final antara Perancis melawan Kroasia, tiga hari lagi.
PB PASI, Kemenlu, Kemenpora, termasuk istana, semua tiba-tiba amat memperhatikan Zohri. Melalui berbagai media mainstream dan medsos, pernyataan dan cerita apa saja tentang Zohri cepat menyebar. Topik tentang Zohri diangkat dari berbagai sudut pandang.
Misalnya tentang keluargnya yang miskin di Lombok. Ada juga berita bahwa dia akan segera memperoleh bonus dari Menpora. Atau dia secepatnya akan diundang ke istana.
Tapi Lalu Muhammad Zohri tidak sedang mencari perhatian. Dia juga tidak tengah mengejar bonus, apalagi menunggu datangnya undangan. Zohri sedang mencari Merah Putih! (m. anis)