Jalinan Negara dan Agama, dalam Pandangan Imam Al-Ghazali
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al iqthisad Fi Al I’tiqad menyatakan, agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama merupakan fondasinya sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.
Segala sesuatu yang tak memilki fondasi niscaya akan roboh. Segala sesuatu yang tak memilki penjaganya pasti akan musnah. Ini menunjukkan pada manusia “relasi antara agama dan kekuasaan merupakan hal yang sangat urgen, penting dan tidak terpisahkan".
Islam adalah Agama paripurna yang mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya bernegara.
Rasulullah SAW sendiri mencontohkan, beliau sebagai kepala negara, mengangkat qadhi menjadi sebagai Panglima Perang ,mengirim delegasi delegasi diplomatik , hingga mengatur “Baitul Mal”. Itu semua merupakan aktivitas politik bernegara.
Penjaga yang Setia
Di dalam Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengatakan:
وَالْمِلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ “
"Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang”.
Sekilas, statemen yang dilontarkan Imam Al-Ghazali tersebut mengarah kepada pemahaman bahwa antara agama dan negara merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Dengan artian, keduanya saling membutuhkan untuk saling memperkokoh antara satu dengan yang lainnya. Dan ternyata hal tersebut dirumuskan demi terciptanya kemaslahatan global dalam porsi dan koridor masing-masing, baik yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan maupun kehidupan kenegaraan.
Rumusan tersebut bukan bertujuan untuk menumbuhkan asumsi terhadap bentuk hegemoni agama atas negara. Namun cenderung dititikberatkan kepada aspek munculnya norma keagamaan ke dalam ruang publik dan tatanan kenegaraan hanya sebagai nilai moral publik atau etika sosial semata.
Sehingga pemahaman terhadap norma-norma keagamaan sudah saatnya disinkronisasikan dengan pemahaman atas kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena bagaimanapun, negara merupakan sebuah kebutuhan yang sangat penting sebegai media yang melindungi pengimplementasian ajaran agama secara riil dalam kehidupan. Maka, sifat bernegara harus didasari sifat beragama. Dengan gambaran bahwa sikap moderat dan inklusif keagamaan ini juga harus tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal inilah yang telah dijelaskan KH Hilmy Muhammad dari Pesantren Krapyak Yogyakarta, dalam Halaqoh Fikih Peradaban: Fikih Politik dan Negara Bangsa, di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Rabu 7 Desember 2022.
Semoga bermanfaat.