Jalan Sabil, Jalan Sunyi Crazy Rich
Anda pasti tahu nama ini. Tokoh petani yang sangat dekat dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indra Parawansa. Yang kini menjadi Ketua Kwarda Pramuka Jatim.
Namanya Arum Sabil. Jalan yang wangi. Sabil yang bahasa Arab itu berarti jalan. Sabilillah misalnya, berarti jalan Allah. Arum saya kira berasal dari kata harum alias wangi.
Arum Sabil mulai moncer namanya sejak menjadi Ketua APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia). Inilah perkumpulan para petani yang selama ini menjadi andalan pemasok tebu pabrik gula.
Ia sukses memimpin asosiasi tersebut. Ia menjadi tokoh baru di usianya yang masih muda. Dikenal para pejabat publik. Mulai dari pejabat daerah, penegak hukum, sampai Presiden Joko Widodo.
Ketika saya membantu Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dalam pemilihan Gubernur Jatim, ia di pihak Khofifah. Namun, itu dilakukan dengan gentleman. Ia pamit ke Gus Ipul untuk mendukung pasangan lawannya.
Beginilah seharusnya berpolitik. Setiap saat bisa bersama, di saat lain bisa berseberangan. Ketika selesai berkompetisi bisa bersama lagi. Seperti halnya Gus Ipul yang begitu tak terpilih langsung mendukung Khofifah memimpin Jatim.
Saya yang dulu bersama Gus Ipul juga langsung sepenuhnya mendukung gubernur perempuan pertama di Jatim itu. Berarti juga berteman kembali dengan para pendukung utama Khofifah seperti Arum Sabil ini.
Politik itu kontestasi untuk memimpin. Berebut dukungan dari rakyat. Melalui pemilu yang sah. Makanya, persaingan dalam politik tak perlu menjadi perseteruan tanpa henti. Apalagi sampai memutus pertemanan. Apalagi memicu pertengkaran.
Kembali ke Arum Sabil.
Pria yang lahir 20 Juni 1966 itu kini tinggal di Tanggul, Jember. Di atas lahan yang sangat luas. Sejauh mata memandang. Ketika saya tanya berapa hektar, Arum Sabil hanya tersenyum.
Pekan lalu saya mampir ke farm-nya yang diberi nama Padepokan Arum Sabil. Wow...saya merasa tidak seperti di Jember. Apalagi seperti desa Tanggul yang letaknya di pinggiran kota itu. Saya merasa seperti berada di Eropa.
Dari rumah tinggalnya yang amat besar, saya bisa menyaksikan hamparan rumput hijau dan tanaman yang beragam. Ada jeruk, ketela, duku, dan semacamnya. "Dulu saya tanam duren. Tapi saya ganti jeruk," katanya.
Di depan gedung utama yang sedang dibangun, ada halaman seluas lapangan bola. Di belakangnya ada bangunan yang kini menjadi tempat tinggal sementara. Bangunan dua lantai. Lantai atas menjadi ruang pertemuan dengan kapasitas besar.
Dari teras rumah belakang ini, bisa melihat hamparan kebun yang saya sebutkan tadi. Selain tanaman buah, di atas lahan itu dia menanam padi dan tebu. Jauh di ujung kanan bangunan ada kandang untuk 100 ribu ayam dan kambing.
"Saya belum pernah ke Eropa. Jadi tidak bisa membayangkan seperti yang Mas Arif sebut," katanya. Ia malah kepingin untuk pergi ke New Zeland. Untuk sekedar menikmati keindahan alam negara di dekat kutub selatan itu.
Saya diajak keliling kebun dengan menggunakan mobil golf. Melalui jalan rerumputan yang terawat rapi. Di sisi kiri dan kanan jalan dalam kebun berpagar tanaman Indigofera. "Ini tanaman berprotein tinggi untuk ternak," tuturnya.
Arum Sabil bukan seperti Indra Kenz atau Doni Salmanan yang kaya mendadak. Ia juga bukan pemain robot trading sehingga bisa punya farm berhektar-hektar di Jember. Bukan crazy rich abal-abal yang suka pamer.
Dengan ladang perkebunan dan rumah sedemikian besar, hanya terlihat satu mobil Land Cruiser lama. Tidak terlihat mobil mewah lainnya. Malah terlihat sejumlah alat berat dan mobil Hiace. Mobil Hiace ini yang sering dipakai bepergian ke Surabaya.
Kehidupannya sekarang merupakan perjuangan panjang. Sejak SMP ia sudah sambil kerja untuk membiayai sekolahnya. Di SMA juga sambil kerja sebagai tukang foto keliling. Selepas SMA, ia merantau ke Kalimantan.
"Saya dulu kerja di perkebunannya Pak Prayogo Pangestu. Sebelumnya di perkebunan Pak Hasan. Dari situlah saya memiliki modal untuk merintis usaha perkebunan di sini," tambah pria yang dikenal juga dekat dengan Mantan Menteri BUMN Rini Sumarno ini.
Sebagai orang yang berangkat dari bawah, Arum Sabil telah menemukan jalan lapang dalam hidupnya. Jalan yang wangi sesuai dengan namanya. Pencapaian yang cepat bagi seorang yang berangkat dari nol.
Ia memulai mengembangkan perkebunannya sejak usia 22 tahun. Di usianya ke 48 tahun, ia telah memiliki hamparan kebun dan lahan pertanian yang juga sekaligus menjadi tempat tinggalnya.
Bukan sekadar kebun biasa. Tapi hamparan kebun dengan kastil di dalamnya. Saya pikir, ia dan keluarganya bisa hidup dari perkebunan dan ternaknya meski tidak harus keluar dari padepokannya.
Ia punya laboratorium pertanian juga. "Saya selalu berusaha mengembangkan komoditas yang bisa diaplikasikan para petani. Saya uji coba sendiri. Jadi kalau gagal biar saya saja yang gagal. Jangan petani," katanya.
Saya sempat merasakan makanan hasil kebunnya. Jamur goreng, kolak dan ubi goreng, serta bakso hasil olahan sendiri. "Menko Perekonomian dan Ketua Umum Partai Golkar Erlangga Hartarto juga baru ke sini," tambah Arum Sabil.
Hasil kerja kerasnya telah menjadikannya tokoh di balik sejumlah tokoh. Ia telah menjadi jalan wangi bagi dirinya dan sejumlah orang lain. (Arif Afandi)
*) Artikel ini juga telah dimuat di Harian Disway.