Jalan Panjang Penuh Drama Vonis 2 Tahun Bagi Ahok
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Selasa 9 Mei 2017. Atas vonis ini, Ahok dan tim penasehat hukumnya langsung mengajukan banding.
Kasus dugaan penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI ini termasuk panjang dan penuh drama. Kasus ini berawal ketika Ahok berkunjung ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 silam. Saat itu, pidato Ahok di hadapan puluhan nelayan memantik masalah. Di tengah pidatonya, Ahok menyitir ayat Al Quran surat Al Maidah ayat 51.
Dan berikut jalan panjang penuh drama kasus ini :
20 September 2016
Setelah mendapatkan, dukungan dari Partai Nasdem, Hanura dan Golkar, Ahok mendapatkan dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
27 September 2016
Ahok mensosialisasikan program budi daya ikan kerapu. Saat itulah, Ahok sempat berpidato 1 jam 48 menit yang di dalamnya ada kalimat yang belakangan memantik masalah.
“Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu, enggak bisa pilih saya, ya — dibohongin pake surat Al Maidah surat 51 macam-macam gitu lho. Itu hak bapak ibu. Ya. Jadi kalo bapak ibu, perasaan, enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, enggak apa-apa. Karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja. Ya jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak, dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok. Enggak suka ama Ahok. Tapi programnya, gue kalo terima, gue enggak enak dong ama dia, gue utang budi. Jangan. Kalo bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti mati pelan-pelan lho kena stroke,” ujar Ahok saat itu.
6 Oktober 2016
Pemilik akun Facebook bernama Buni Yani menyebarkan potongan video Ahok sepanjang 31 detik. Dalam akunnya, Buni Yani sempat memberikan kalimat pengantar video berbunyi : "PENISTAAN TERHADAP AGAMA? 'Bapak Ibu (pemilih muslim).. Dibohongi Surat Almaidah 51 (masuk neraka) juga bapak ibu. Dibodohi'. Kelihatannya akan terjadi suatu yang kurang baik dengan video ini,".
7 Oktober 2016
Ahok mulai dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri serta ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya.
11 Oktober 2017
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan sikap atas ucapan Ahok yang menyitir surat Al-Maidah ayat 51, memiliki konsekuensi hukum.
"Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum," demikian bunyi pendapat dan sikap keagamaan MUI.
14 Oktober 2016
Balai Kota dan Kantor Bareskrim Mabes Polri digeruduk oleh organisasi dan kelompok masyarakat yang menginginkan Ahok dihukum. Amien Rais dan Habiburokhman, ikut serta dalam unjuk rasa saat itu.
4 November 2016
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menggelar aksi besar-besaran untuk menuntut agar Ahok segera dihukum. Aksi ini kemudian berujung ricuh di depan Istana Kepresiden karena mereka merasa gagal menemui Presiden Joko Widodo.
15 November 2016
Bareskrim Mabes Polri melakukan gelar perkara kasus Ahok secara terbuka terbatas.
16 November 2016
Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka dan dikenai Pasal 156-A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
22 November 2016
Untuk pertama kalinya, Bareskrim Mabes Polri memeriksa Ahok sebagai tersangka dugaan penodaan agama.
25 November 2016
Penyidik Bareskrim Mabes Polri melimpahkan berkas perkara terkait dugaan penodaan agama ke Kejaksaan Agung.
30 November 2016
Berkas Ahok dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Agung. Secara otomatis, Ahok ditetapkan sebagai terdakwa.
1 Desember 2016
Bareskrim Mabes Polri menyerahkan berkas bersama Ahok ke Kejaksaan Agung.
2 Desember 2016
Aksi massa memutihkan Jakarta, aksi ini dikenal sebagai aksi 212. Sebelum adanya aksi sejumlah aktivis ditangkap polisi dari rumah mereka.
13 Desember 2016
Sidang perdana dugaan penodaan agama oleh Ahok pertama kali digelar di Pengadilan Jakara Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.
3 Januari 2017
Setelah eksepsi Ahok ditolak oleh Majelis Hakim, lokasi persidangan Ahok dipindahkan ke Auditorium Kementerian Pertanian, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan.
21 Februari 2017
Ratusan masyarakat kembali menggelar aksi dan dikenal dengan aksi 212 jilid 2.
28 Februari 2017
Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab menjadi saksi ahli dalam persidangan
31 Maret 2017
Sekelompok masyarakat kembali menggelar aksi dengan tuntutan yang sama, yaitu penjarakan Ahok atas tuduhan penodaan agama. Adapun dalam aksi massa tersebut digawangi oleh Forum Umat Islam (FUI) akan menjalankan ibadah salat Jumat dan doa bersama di Masjid Istiqlal.
20 April 2017
Jaksa penuntut umum membacakan tuntutan untuk Ahok. Jaksa tidak menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum tentang penodaan agama untuk menuntut Ahok karena ia dinilai tidak memenuhi unsur niat dalam pasal tersebut.
Jaksa menggunakan pasal alternatif kedua, yakni Pasal 156 KUHP. Pasal itu berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500.
25 April 2017
Ahok membacakan pleidoi terkait dengan kasus penistaan agama dalam persidangan. Dalam nota pembelaan yang berjudul Tetap Melayani walaupun Difitnah itu, Ahok meyakinkan majelis hakim bahwa ia tidak berniat menghina suatu golongan.
9 Mei 2017
Majelis hakim membacakan vonis dua tahun penjara bagi Ahok. Atas vonis ini, Ahok dan penasehat hukumnya langsung menyatakan banding, sementara Jaksa Penuntut Umum meminta waktu 7 hari untuk memutuskan langkah selanjutnya. (Diolah dari berbagai sumber)