Jalan Mendaki Menuju Allah, Prof Quraish: Itu Laku Kaum Sufi
Perjalanan menuju Allah menurut para sufi adalah perjalanan mendaki, dibutuhkan tekad yang kuat karena banyak rintangan dan rayuan. Jejak langkah para sufi adalah jalan khusus yang berat untuk diikuti, namun tidak mustahil menapakinya.
"Awal perjalanannya memang akan terasa berat. Namun akan ada tempat-tempat peristirahatan yang akan ditemui sebelum mencapai tujuannya yaitu Allah," tutur Prof M Quraish Shihab, pakar Tafsir Al-Quran Al-Misbah.
Cendekiawan Muslim dan pendiri Pusat Studi Al-Quran, Quraish Shihab membahas tentang perjalanan menuju Allah dalam renungan Mutiara Hati kali ini.
Mantan Menteri Agama ini menuturkan, Sufi besar Abu Jazirah melukiskan bahwa tahap pertama perjalanan menuju Allah dinilai sebagai perjalanan mendaki yang sulit, terasa sempit, dan berliku.
Selain itu, terdengar pula suara yang menakut-nakuti agar jangan melanjutkan perjalanan. Rayuan agar melakukan tindakan menyimpang pun juga terdengar.
Namun, bila tekat dikuatkan maka akan terlihat ada jalan lebar yang lurus. Ada rambu-rambu menuju jalan yang benar sebagaimana ada petunjuk-petunjuk tentang lokasi yang berbahaya.
Ada juga telaga air yang jernih dan sejuk, tempat menghilangkan dahaga sebagaimana ada tempat peristirahatan untuk menyingkirkan penat.
Naluri Spiritual
Memang, naluri spiritual manusia pasti berhasrat untuk menjumpai Yang Ilahi. Hasrat yang kerap disebut sebagai eros religious atau hasrat keagamaan ini tak bisa dinafikkan. Siapa pun akan memiliki hasrat tersebut untuk merasakan yang Ilahi.
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali menjelaskan tujuh jalan untuk menuju Allah dalam bukunya Mi'rajus Salikin yang berarti perjalanan salik atau pencari kebenaran. Masing-masing tingkatan dijelaskan berdasarkan argumentasi tersendiri. Kemampuan sang Imam menyusun dalil diakui umat Islam di zamannya, sehingga dia diberi gelar dalil/argumentasi Islam yang dalam bahasa Arab disebut hujjatul Islam.
Mi'raj merupakan bagian dari kumpulan risalah singkat al-Ghazali atau Majmuatur Rasail al-Ghazali . Bagian pertama berbicara mengenai tahapan menuju Allah. Manusia selalu dihalangi oleh hijab, sehingga sulit untuk sampai kepada Yang Ilahi. Ada banyak hijab, salah satunya adalah keyakinan sesat. Sang Imam mengutip firman Ilahi, Aw kazhulumatin fi bahrin lujjiyyin. Artinya seperti kegelap an di laut yang dalam.
Bagi sang imam, ayat ini menjelaskan tentang keyakinan-keyakinan yang salah sebagai kegelapan. Keraguan yang datang silih berganti kedalam hati diibaratkan sebagai ombak yang saling berkaitan di lautan.
Agar dapat mencapai ma'rifatullah, pengetahuan Allah, maka seseorang dapat mendalami dan menghayati alam. Di dalamnya terdapat makna ilahiah. Orangorang berakal dapat memahami berbagai fenomena yang ada di alam, yang menunjukkan keagungan Sang Pencipta. Karena itulah Allah berfirman, Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi (QS Yunus (10) ayat 10).
Bagian ini juga menjelaskan tentang tubuh manusia beserta masing-masing fung sinya yang berkaitan dengan pen cer naan. Al-Ghazali menjelaskan bagai mana gizi yang terkandung dalam makanan dicerna oleh organ-organ tubuh.
Pada bagian kedua, Abu Hamid menjelaskan tentang jiwa manusia. Pada bagian ini dia menjelaskan sikap tegasnya yang menolak pemikiran tentang jiwa manusia yang abadi. Dia tetap pada pendirian bahwa yang abadi hanya Allah semata. Bahwa jiwa manusia adalah ciptaan yang bersifat sementara.