Jalan Damai Ditolak, Ferry Irawan Siap Ladeni Venna di Meja Hijau
Impian Ferry Irawan untuk berdamai dengan istrinya, Venna Melinda pupus sudah. Ibu tiga anak itu telah menolak berdamai saat pemeriksaan tambahan di Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani Surabaya.
Kuasa Hukum Ferry Irawan, Jeffry Simatupang mengaku, pihaknya menghormati keputusan Venna Melinda.
“Tapi sekali lagi. Perkara rumah tangga bisa dilakukan perdamaian kapan pun. Tetapi karena sudah disampaikan tidak ada upaya perdamaian atau mediasi, maka kami akan fokus pada penegakkan hukumnya (pembelaan di peradilan),” ungkap Jeffry Simatupang.
Ia mengaku, pihaknya telah siap menghadapi proses hukum selanjutnya. Apalagi, sudah terkonfirmasi bahwa tidak ada hidung yang patah akibat kekerasan.
Itupun, lanjut Jeffry Simatupang, mengenai darah yang berasal dari hidung Venna Melinda harus diperdalam lagi. Sebab, dari keterangan yang ia dapat dari ahli THT hidung bisa berdarah atau mimisan itu bisa karena stress, lalu ada gesekan dari tangan dan kesenggol.
“Nah kita nanti akan lihat, kenapa darah itu bisa mengalir. Karena dari Pak Ferry sendiri, tidak ada pemukulan tidak ada penganiayaan,” ujarnya.
“Setiap orang itu bisa mimisan. Kita akan buktikan alasan mimisan itu karena apa,” imbuh Jeffry Simatupang.
Ia meminta apabila tindakan yang dilakukan kliennya tidak menyebabkan penyakit, tidak mengganggu mata pencaharian dan kegiatan sehari-hari agar penyidik menggunakan mengubah pasal sangkaan menjadi Pasal 44 Ayat 4 Undang-undang KDRT. Sehingga, masa tahanan dapat menjadi empat bulan.
Seperti diketahui, Ferry Irawan dilaporkan Venna Melinda ke Mapolresta Kediri buntut tindakan KDRT di salah satu hotel di Kota Kediri. Kasus tersebut dilimpahkan oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim.
Berdasar hasil olah TKP, pengumpulan barang bukti baik fisik maupun verbal dari keterangan saksi. Penyidik secara resmi menetapkan Ferry Irawan sebagai tersangka. Atas tindakannya, ia dijerat Pasal 44 dan Pasal 45 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Pasal itu dijatuhkan karena ada kekerasan fisik dan psikis terhadap korban.