Jaksa Penuntut Ajukan Banding Vonis Kasus Pencabulan Mas Bechi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut bahwa terdakwa kasus pencabulan santriwati Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Bechi telah melakukan tindakan pemerkosaan kepada korban.
“Kami yakin bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dakwaan ke satu Pasal 285 Juncto 65 ayat 1 KUHP,” kata JPU, Tengku Firdaus, Rabu, 23 November 2022.
Oleh karena itu, Tengku bakal meyakinkan Majelis Hakim dalam kasus tersebut turut menyertakan pasal yang sudah dimasukan dalam berkas tuntutan. Sebab, hal ini sesuai dengan fakta persidangan.
“Meyakinkan hakim PN (Pengadilan Negeri) Surabaya dengan dalil dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Kami berharap Majelis Hakim sependapat dengan JPU,” jelasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Kejaksaaan Negeri (Kajari) Jombang tersebut mengatakan, langkah yang sudah ditempuh agar Majelis Hakim mempertimbanganya adalah dilayangkanya banding. “Kita juga sudah mengajukan upaya hukum banding atas putusan PN Surabaya,” ujar dia.
Kemudian, lanjut Tengku, JPU saat ini tengah menyusun memori banding, yang berisi tentang alasan banding tersebut dilayangkan. Hal itu bakal diselesaikan dalam 14 hari kedepan.
“Dengan upaya hukum ini kita akan menyusun memori banding untuk membantah pertimbangan yang dibuat dalam putusan PN Surabaya,” ucapnya.
Sebelumnya, terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap santriwati, Moch Subchi Azal Tsani mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam sidang, Kamis 17 November 2022 lalu.
Kuasa Hukum Bechi, Gede Pasek Suardika menjelaskan, banding tersebut diajukan karena kliennya tidak terbukti melakukan pidana pemerkosaan sesuai Pasal 285 KUHP maupun menyerang kehormatan kesusilaan sesuai Pasal 289.
Hal tersebut terbukti disidang saksi fakta maupun alat bukti membuktikan kasus tersebut fiktif baik tempus delcti maupun locus delicti. "Banyak fakta sidang yang sudah terkonfirmasi oleh saksi yang dihilangkan dan diabaikan. Justru saksi testominium da auditu (kesaksian karena mendengar orang lain) yang dikumpulkan menjadi dasar pengambilan putusan," kata Pasek.
"Ini preseden buruk hukum acara pidana di Indonesia karena saksi yang dilarang KUHAP malah dijadikan dasar menjatuhkan pidana," imbuhnya.