Opak Ladu, Jajanan Hanya Ada saat Hajatan dan Hari Khusus
Terbilang jajanan tradisional opak ladu menjadi hidangan istimewa. Tidak di pasarkan ditempat umum, jajanan khas asal Desa Sumberaji, Kecamatan Sukodadi ini hanya ada saat acara hajatan dan lebaran Idul Fitri.
Berbahan baku ketan dan gula pasir opak ladu memiliki citarasa gurih dan manis. Saat digigit kreeesnya bikin mulut tak mau berhenti mengunyah.
"Gurih dan manisnya memang pas.karena komposisi ketan dan gulanya memang ada takaran khusus, " kata Mbah Harnik,66 tahun pembuat opak ladu.
Membuat opak ladu tidak sembarang orang bisa. Meski tahu resep pembuatannya namun jika tidak memiliki 'naluri khusus' tidak akan bisa menghasilkan adonan yang pas.
"Membuat opak ladu juga butuh perasaan. Kalau kurang gula atau kelebihan gula adonan tidak akan jadi," ungkap Mbah Harnik.
Mbah Harnik dan para perajin Opak Ladu di Desa Sumberaji tidak setiap hari memproduksi jajanan beraneka warna ini. Hanya saat moment istimewa dirinya baru menerima pesanan yaitu saat hajatan dan hari raya idul Fitri.
"Mungkin karena proses pembuatannya yang rumit menjadikan opak ladu hanya disajikan saat hajatan, lebaran atau oleh -oleh khusus," urai Mbah Harnik lagi.
Seperti saat ini dirinya baru saja membuat opak ladu sekitar 5 kilogram karena mendapat pesanan pelanggan yang akan berangkat ke Kalimantan untuk buah tangan.
Opak ladu biasanya dikemas dalam wadah toples dan blek. Untuk satu toples tanggung harganya Rp 30 ribu. Sedang untuk satu blek (seperti blek krupuk) harganya Rp60 ribu. "Kalau dijual kiloan, satu kilogramnya harganya sekitar Rp150 ribu," terangnya lagi.
Tentang cikal bakal keberadaan jajanan opak ladu, Mbah Harnik mengaku tidak paham. Bisa membuat jajanan khas itu sendiri diwarisi dari orang tuannya secara turun temurun.
"Opak ladu hanya diproduksi warga Sumberaji. Saat ini hanya ada sekitar 30 orang yang memproduksi jajanan ini. Cara membuatnya yang rumit yang membuat orang tidak telaten mengerjakannya," cetusnya.
Proses pembuatan opak ladu sendiri dimulai dari menanak beras ketan selama 1,5 jam. Ketan yang biasa dipakai Mbah Harnik selama ini adalah ketan selir dari Banyuwangi yang menurutnya bulirnya lebih menthes dan rasanya lebih gurih dibanding ketan lainnya.
Jika sudah matang, ketan kemudian ditumbuk (dideplok) dengan menggunakan alat tradisional alu dan lesung. Selama proses ndeplok ketan ini ditambahkan gula hingga bercampur merata.
"Komposisinya kalau ketannya 4 kilogram gula pasirnya 3 kilogram. Proses pencampura n ketan dan gula ini yang tidak semua orang bisa,"ujar Mbah Harnik Setelah adonan yang ditumbuk dirasa telah teraduk rata didiamkan beberapa saat kemudian adonan di pipihkan lalu dijemur seharian diterik matahari.
"Kalau ndak ada matahari atau kurang terik terpaksa adonan harus di panggang diatas Pawon sampai kering betul," cetusnya lagi.
Setelah adonan berbentuk pipih itu benar-benar,benar kering baru kemudian diiris tipis-tipis berbentuk persegi empat dan kemudian di goreng.
Setiap lebaran idul Fitri para perajin Opak ladu kewalahan menerima pesanan. Biasanya selama Ramadhan satu bulan penuh perajin nglembur membuat opak ladu. Yang khas adalah bunyi lesung ditumbuk alu bersahut-sahutan menandakan denyut ekonomi perajin Opak ladu sedang berjalan(tok)
Advertisement