Jaga Jarak Demi Dompet Anda
Seorang teman di Singapura berbagi kabar yang bikin pening. Ceritanya, dia dan temannya makan di pusat Pujasera. Karena urusan Covid 19, kursi-kursinya pun diberi tanda. Agar saat makan pun harus berbagi jarak.
"Kalau nekad duduk berdekatan?" tanya saya. "Kena denda bayar 300 Singapura dollar," jawabnya sambil terkekeh. Denda itu setara Rp 3.5 juga. Karena itu adalah nilai kenikmatan duduk bersebelahan. Apalagi yang sedang memadu kasih.
Sebenarnya, bisa saja tak perlu bayar. Gantinya sederhana, penjara enam bulan. Akhirnya teman itupun memilih duduk berjauhan. Alasannya daripada isi dompetnya harus berkurang.
Peraturan dan ketegasan pelaksanaan, adalah salah satu cara Singapura menekan penyebaran Covid 19. Hingga Kamis, 2 April lalu, negara kota ini melaporkan hanya tercatat empat yang meningggal karena Covid-19. Dua diantaranya WNI.
Terkait kerasnya pelaksanaan peraturan itu, kita tak bisa membayangkan dilaksanakan di Indonesia. Tentu saja, beda prasayarat dan kondisinya. Apalagi urusan ketakutan dan ketaatan warganya.
Seorang teman lainnya warga negara Singapura juga berbagi cerita. Selepas dari perjalanan luar negeri, dia diharuskan melakukan tes. Lalu mendaftar ke kementerian terkait. Tiap hari, dia mendapatkan informasi dalam proses karantina mandiri.
Termasuk antisipasi kalau merasakan gejala apa pun yang muncul. Lantas, negara memantau apakah kita ada di rumah. Kadang harus mengirim posisi lokasi.
Bahkan diminta mengirim foto dan lokasi diri. Juga foto lokasi sekitar. Di hari depannya, mereka diminta ulang mengirim foto lokasi yang sama.
Hanya demi memastikan, mereka tidak meninggalkan lokasi karantina. Detail sekali. Kini, masa karantina mandiri sudah selesai. Dia pun sehat.
Seorang teman di India juga berkirim kabar senada. Bahwa pemerintah India tegas dalam urusan peraturan ini. "Kini kalau melanggar keluar rumah bisa ditahan dua tahun," jelas seorang teman. Bahkan para pengantar makanan hanya bisa menaruh barang di pintu gerbang komplek.
Lain ladang, tentu lain belalang. Tiap negara punya gaya dalam melakukan pencegahan dan penanganannya. Tak terkecuali, Indonesia.
Masih terus bergelut memikiran urusan Covid 19 ini. Banyak orang yang juga menerawang kiprah Dokter Terawan, Menteri Kesehatan kita. Banyak yang saling bertanya, kemana beliau sekarang.
Tapi saya yakin beliau pasti tetap bekerja. Mungkin ada penugasan lain dari Presiden Jokowi. Kita tunggu saja.
Oh ya, yang juga menarik adalah komentar banyak orang. Bahwa ada yang tak selaras dalam penanganan. Semua terlihat bekerja, tapi kok arahnya berbeda-beda.
Yang sederhana, urusan komunikasi ke publik. Sebelumnya ada pernyataan juru bicara gugus tugas tentang bagaimana peran kaum miskin dan kaya, atau apresiasi ke perawat, yang memantik reaksi publik.
Yang terbaru, urusan kebijakan mudik. Publik melihat pernyataan Presiden Jokowi dengan juru bicara presiden tidak seiring sejalan. Sehingga Menteri Sekretaris Negara harus meluruskan hal itu.
Bisa jadi, keramaian cibiran publik atas statement itu, bisa membuat sang juru bicara juga demam. Mungkin tak enak makan. Atau susah tidur. Semoga sang juru bicara segera kembali seperti sedia kala.
Tentu dalam kondisi krisis, semua protokol harus ditentukan. Termasuk urusan komunikasi. Semua harus taat dengan pernyataan yang sudah diputuskan. Termasuk penyampaiannya, tak boleh ada improvisasi di sana-sini.
Namun, jangan kuatir, banyak pakar komunikasi di pemerintah. Banyak juga ahlinya atau yang merasa ahli, itu juga wajar. Jadi kita ikuti saja perkembangannya.
Yang juga menarik diperbincangkan, bagaimana pertempuran para gubernur di tanah Jawa juga para walikota beberapa bandar besar. Tentu saja lebih pada kiprahnya melawan Covid 19 ini. Masa krisis adalah cara terbaik menempa diri menjadi pemimpin linuwih.
Bagi yang menyukai dunia persilatan, dalam kegiatan sehari-hari itu, sebenarnya orang bisa mesu diri. Melatih kemampuan diri, hingga batas maksimal. Para gubernur, walikota, atau bupati tentu dalam diam, menyiapakan diri.
Berlatih mengambil keputusan, melatih kepemimpinan. Sehingga saat muncul masa krisis, mereka siap. Covid 19 bak musuh tangguh yang harus dihadapi. Musuh yang sama dan serentak.
Tujuan mereka sama: memenangkan pertempuran. Tapi strategi bisa 360 derajat berbeda. Tiap gubernur tentu punya gaya dan cara masing-masing dalam bertempur. Ada yang memilih rutin bertemu juru warta. Ada yang makin lihai memanfaatkan media sosial.
Yang berbeda adalah amunisinya. APBD tiap daerah berbeda. Masing-masing sudah dialokasikan, jadi keahlian mereka merealokasi anggaran untuk melawan pagebluk ini juga butuh keahlian.
Publik dengan gampang, membuat grafik sederhana. Membandingkan anggaran tiap daerah. Namun, yang penting diukur adalah efek dari kebijakannya. Sebesar apa bisa membantu warga.
Di masa krisis ini, pemimpin harus sigap mengambil keputusan. Walaupun dengan informasi seadanya, tapi sikap harus dibuat. Jika mereka sukses mengelola dan menaklukan Covid 19, sudah pasti akan ada cerita indah di masa depan.
Bagi saya pribadi, urusan Covid 19 ini mengubah banyak hal. Orang-orang di sekitar rumah jadi rajin berolahraga di bawah terik matahari. Yang males, cuma berdiam berjemur.
Lantas, istri makin rajin belanja melalui platform online. Setiap hari, bisa lebih dari lima kali pengantar barang datang ke rumah. Dari sayur, obat, ikan, hingga daging.
Saya dan istri sama-sama bekerja dari rumah. Anak-anak juga belajar dari rumah. Yang pasti istri saya makin repot. Karena harus berbagi waktu, antara urusan kerjaan dan berbagi mengajari anak-anak.
Bekerja dari rumah, sebenarnya sama saja dengan kegiatan bekerja sehari-hari. Rapat, mengerjakan urusan administrasi, cuma tidak bertemu fisik saja. Bahkan, rapat dengan pemerintah pun juga melalui urusan online.
Bedanya, kalau pas rapat online, kalau ingin ngomong, ya tinggal memotong percakapan. Langsung bicara. Karena tak mungkin mengangkat tangan untuk minta waktu.
Teknologi memang memberikan kemudahan. Rapat dengan video conference adalah lazim. Berbagi satu dokumem dikerjakan bersama adalah biasa.
Urusan pertemuan dengan teman juga sama. Kini semua mulai menikmati ngobrol dengan video conference. Baik cuma berdua atau banyak orang. Berbicara sambil melihat gesture wajah, senyum, dan tawa memang lebih menyenangkan.
Namun kembali keurusan menangani Covid 19 ini, kembali kita harus melihat diri sendiri. Banyak modeling dan prediksi puncak dan efeknya. Jadi kalau boleh saran, perkuat diri sendiri.
Pertama, tentu harus menjaga kesehatan. Jaga asupan makan. Memaksa diri agar juga olah raga. Ini penting.
Yang kedua, kelola keuangan kita. Karena kita belum tahu kapan ekonomi akan membaik. Setidaknya kembali normal, atau bahkan pertumbuhan ekonomi meroket.
Jadi paling masuk akal, kelola kebutuhan diri. Bila tak perlu banget, jangan memaksa menghamburkan uang. Juga bantu orang terdekat atau tetangga yang membutuhkan.
Jika kedua hal itu kita kerjaan, minimal kita tak merepotkan orang lain atau pemerintah. Karena sepertinya, pemerintah masih repot dengan dirinya sendiri.
Ajar Edi, kolomnis Ujar Ajar
Advertisement