Jadi Pilot Project, SAIM Kembangkan Sekolah Ramah Anak
SAIM (Sekolah Alam Insan Mulia) Surabaya ditunjuk sebagai salah satu pilot project Sekolah Ramah Anak (SRA) oleh Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur.
Wakil Kepala Sekolah Kesiswaan SMA SAIM, Lotus Respati Nusantara Akbar, saat dikonfirmasi Selasa, 4 Desember 2018 mengatakan SAIM memiliki unsur pendukung ramah anak baik dalam segi fasilitas hingga kurikulum pembelajaran. Salah satu penilaian SRA adalah dengan memenuhi hak-hak anak.
"Sebelumnya kami ikut pelatihan pengembangan sekolah ramah anak dari Dindik. Nah dari situ kami diberi info mengenai hak-hak anak seperti hak belajar dan hak mendengar," kata Lotus pada Selasa, 4 Desember 2018.
Bahkan, lanjut Lotus, hal tersebut juga telah disesuaikan dengan delapan standart nasional yang terdapat dalam kategori SRA. Diantaranya standart isi yang meliputi kurikulum dan konsep perlindungan anak, standart proses meliputi pembelajaran inspiratif, inovatif, motivasi dan kreatifitas dan minat bakat siswa.
"Kemudian standart kompetensi kelulusan meliputi pencapaian keterampilan individu, standart PTK (pendidik dan tenaga kependidikan), standart pembiayaan, standart penilaian, standart sarana prasarana, dan standart pengelolaan," katanya.
Selain itu, pencegahan tindak kekerasan dan bullying di sekolah juga menjadi penilaian paling besar. Ini terkait dengan peserta didik inklusi yang diterima oleh SAIM.
Dari total 103 siswa, delapan diantaranya merupakan siswa inklusi yang tersebar di beberapa kelas.
"Kami berprinsip mendidik siswa harus mengutamakan sisi kemanusian. Istilahnya itu memanusiakan manusia. Jadi di kelas, kami punya tiga GPK (Guru Pendamping Khusus) untuk mendampingi anak-anak inklusi," jelas Lotus.
Sebagai salah satu implementasi SRA, SAIM juga telah menerapkan disiplin positif. Penerapan tersebut ditekankan pada pemberian konsekuensi yang sebelumnya telah disepakati anatara guru dengan para murid.
Misalnya, jika murid terlambat datang, mereka akan diberikan konsekuensi merawat tanaman, menata sandal dan sepatu hingga menjadi guru ngaji bagi murid SD.
"Kita lebih senang memberikan konsekuensi pada anak-anak yang sifatnya mendidik dan sesuai dengan kesepakatan. Jadi tidak ada yang namanya tindak kriminal atau pemukulan," ujar Lotus.
Sementara dalam proses pembelajarannya, SAIM tidak pernah membebani siswa dengan memberikan pekerjaan rumah (PR). Hal ini dikarenakan pihak sekolah menerapkan proses diskusi antar siswa di dalam kelas.
"Kalau untuk pengumpulan tugas, segala sesuatu dikerjakan saat pembelajaran. Jadi jarang ada PR yang dikerjakan di rumah. Jadi pihak sekolah bisa mengetahui proses anak ketika mengerjakan," tandasnya.
Dengan ditunjuknya SAIM sebagai pilot projek SRA, Lotus berharap SAIM dapat memicu inspirasi bagi sekolah lainnya dalam menciptakan pendidikan yang kondusif, aman dan nyaman bagi anak-anak.
"Ini kesempatan bagi kami untuk menjadi lebih baik lagi, dan semoga kedepannya SAIM menjadi inspirasi untuk sekolah lainnya," kata Lotus. (amm)