Jadi Makelar Tanah, Oknum PNS Jombang Tipu Korban Puluhan Juta
Dianggap menggelapkan uang muka seorang pembeli senilai Rp 75 juta, Dodi Erianto 43 tahun oknum PNS Pemkab Jombang, perantara alias makelar jual beli tanah dimejahijaukan di PN Mojokerto.
Uang milik pembeli bernama Trimudi 48 tahun warga Desa Anggaswangi, Sukodono, Sidoarjo, itu sejatinya digunakan untuk uang muka (DP) jual beli tanah namun oleh Dodi digunakan untuk keperluan pribadi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Ari Budiarti mendakwa oknum PNS asal Perumahan Japan Raya, Desa Japan, Kecamatan Sooko, Mojokerto, dengan pasal 378 atau 372 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan.
"Kami terapkan dakwaan alternatif pasal 378 atau 372 KUHP," kata Ari kepada wartawan, di PN Mojokerto.
Ari menjelaskan, Oknum PNS Pemkab Jombang tersebut menjadi penyalur lidah tanah milik Mayuni Sofyan Hadi. Lokasi tanah tersebut berada di Desa Sadartengah, Mojoanyar, Mojokerto seluas 1.488 meter persegi dan 1.484 meter persegi.
Dodi kemudian menawarkan 2 bidang tanah tersebut ke Trimudi dengan nilai Rp 500 juta. Ia mengatakan kepada korban bahwa telah diberikan kuasa untuk jual beli tanah oleh pemilik tanah. "Terdakwa dan korban sepakat harga 2 bidang tanah tersebut Rp 500 juta," ujarnya.
Setelah sepakat harga, Dodi kemudian meminta uang muka kepada korban senilai Rp 100 juta. Korban sempat meminta untuk bertemu kepada pemilik tanah langsung, namun dihalangi oleh tetdakwa dengan alasan pemilik sedang merawat istrinya yang sedang sakit.
Korban kemudian mentransfer uang muka Rp 50 juta ke rekening Dodi. Pembayaran kedua dilakukan korban pada 30 November 2021 senilai Rp 25 juta. Sehingga total uang DP yang transfer ke Dodi Rp 75 juta. Dodi juga memberikan kuitansi palsu kepada korban.
"Uang tersebut tidak diberikan kepada pemilik tanah. Dipakai untuk keperluan pribadi," tegasnya.
Kasus oknum PNS Jombang itu saat ini sudah masuk dalam tahap persidangan. Kemarin Selasa 16 Juli 2024, ia menjalani sidang pemeriksaan saksi.
Sidang digelar di Ruang Cakra PN Mojokerto dipimpin hakim ketua Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja.
Selama menjalani persidangan Dodi tak ditahan. Menurut Ari, pihaknya memberikan pembataran penahan kepada Dodi karena menderita stroke saat ditahan di Lapas Kelas IIB Mojokerto selama 4 hari. "Sempat kita limpahkan ke lapas, 4 hari terus stroke sampai tidak sadar. Karena sakit, kita harus memberikan haknya. Kita juga kasih pengobatan,” ujarnya.
Dodi dibawa oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto ke RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo untuk menjalani perawatan. "Sempat opname selama beberapa hari," cetus Ari.
Usai menjalani sidang, terdakwa berstatus sebagai tahanan kota karena masih dalam masa rawat jalan. Meski begitu terdakwa harus wajib lapor.
"Statusnya sekarang tahanan kota. Pertimbangan hakim karena kemanusiaan. Wajib lapor sampai vonis. Jika putusan nanti hakim menetapkan penahan yang lain kita hanya menjalankan," ungkapnya.