Haedar: Tidaklah Mudah bagi Muhammadiyah Jadi Jembatan Pemersatu
Muhammadiyah yang lahir lebih awal dari pada organisasi-organisasi keislaman lain yang ada di Indonesia, bahkan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam mengusahakan kemerdekaan Indonesia, aneh jika ada yang menganggap Muhammadiyah sebagai kekuatan pemecah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada, mengungkapkan hal itu pada acara malam penutupan Cabang Ranting Muhammadiyah Expo dan Awards IV 2022 yang diadakan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PP Muhammadiyah secara blended.
“Padahal sejak awal kita menjadi kekuatan pemersatu, bagaimana Ki Bagus Hadikusumo menjadi penengah – penentu di tengah konflik yang hampir saja terjadi di tubuh banga ini,” ungkap Haedar.
Guru Besar Sosiologi ini menegaskan kepada seluruh lapisan pemerintahan dari pusat sampai padukuhan dan rukun tetangga, bahwa kehadiran Muhammadiyah itu untuk umat, bangsa, dan masyarakat. Bahkan seringkali apa-apa yang dibangun oleh Muhammadiyah bukan untuk dirinya sendiri.
Eksistensi Muhammadiyah
Tidak hanya sampai di situ, Haedar juga menyebut bahwa seringkali atas balasan buruk yang didapatkan oleh Muhammadiyah atas segala bentuk pengorbanannya, Muhammadiyah seringkali mengalah. Sebab Muhammadiyah sadar, saling berhadap-hadapan sesama anak bangsa yang menang akan menjadi arang dan yang kalah akan menjadi abu.
“Maka kita ajak juga masyarakat dan elit-elit setempat untuk menjadi kekuatan pemersatu. Kuncinya adalah ketulusan kita bergerak, jangan pernah kita kehilangan optimisme ketika kita memperoleh perlakuan buruk dari pihak lain. Percayalah nabi pun mengalami itu,” tegasnya.
Haedar menyebut, Muhammadiyah sebagai pengikut setia Nabi Muhammad harus senantiasa akhlak dan budi pekertinya selaras sebangun dengan nabi, karena memang itulah jiwa Muhammadiyah. Akan tetapi jika ingin menempuh jalur hukum, karena Negara ini adalah Negara hukum, maka selesaikanlah dengan baik.
Menurutnya, selama relasi yang terbangun di negeri ini berbasis minoritas dan mayoritas tanpa berbasis kebenaran, kebaikan dan kemaslahatan, maka kehidupan keumatan dan kebangsaan tidak akan baik. Oleh karena itu, Muhammadiyah sadar bahwa menjadi jembatan pemersatu bukanlah suatu yang mudah.
“Memang menjadi jembatan pemersatu tidak mudah, karena ibarat jembatan menghubungkan dua tempat dan sering diinjak-injak, kalau tidak kuat roboh. Tetapi jadilah jembatan Insya Allah besar pahalanya, dan nanti Allah akan ganti dengan berkah yang menjadi besar,” kata Haedar, dilansir muhammadiyah.or.id.