Jadi Dokter, Jalan Tersesat Wardy Azhari Siagian
Kabar meninggalnya Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur, dr Wardy Azhari Siagian membuat gempar banyak kalangan. Ucapan duka terus mengalir di berbagai grup Whatsapp hingga Facebook.
Wardy dinyatakan meninggal dunia oleh tim dokter ICU Rumah Sakit Khusus Infeksius (RSKI) Universitas Airlangga, Surabaya, Minggu 4 Juni 2021 pukul 10.30 WIB. Kabar meninggalnya Wardy disebabkan Covid-19 sejak diketahui Senin 28 Juni lalu.
Semenjak dinyatakan positf, ia bersama sang istri langsung masuk RSKI Unair dan masih menyempatkan menyampaikan pesan kepada rekannya.
Assalamu'alaikum. Teman teman Saya, istri dan 1 anakku dinyatakan positif covid -19.
Seandainya Allah SWT punya kehendak lain.
Ijinkanlah selagi saya masih bisa berkomunikasi.
Dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf sebesar besarnya kepada seluruh teman teman. Bila ada kesalahan baik saya sengaja maupun tidak sengaja menyakiti hati teman teman.
Dan bila selama berhubungan, saya berhutang uang, tolong saya dikabari agar bisa saya selesaikan.
Sekali lagi saya mohon maaf sebesar besarnya,
Terima kasih...
Kabar ini sangat dirasakan oleh banyak pihak, pasalnya Wardy memang merupakan orang yang sangat supel, humoris, setia kawal, yang penting lagi kuat makan membuatnya sering kali mengajak rekan-rekannya untuk makan bersama. Dengan catatan, harus makanan mahal.
Wardy bukan orang sombong, ia memang sangat doyan makan, makanan pinggir jalan, sampai restoran besar pasti diembat sesuai seleranya. Bahkan, terkadang ia dengan istilah londo-londoan mengajak teman-temannya untuk berekreasi di tengah kerjanya, atau memang sedang ingin liburan.
Ayah dari tiga anak itu alumni Fakultas Kedokteran Unair yang masuk tahun 1984 dan lulus tahun 1993. Butuh waktu lama memang untuk bisa lulus, pasalnya ia kuliah saat itu angin-anginan karena tak sesuai hati. Menjadi dokter merupakan keinginan dari orang tuanya, padahal hatinya memilih masuk Fakultas Hukum.
Walau menyandang gelar dokter, namun ia sangat jarang sekali turun langsung menangani pasien. Sebab, bukanlah jiwanya untuk menjadi seorang dokter. Padahal, jika dihitung, penghasilan dokter lebih besar daripada mengurus olahraga. Bahkan, ia pun bisa mengeluarkan uang lebih besar selama berkecimpung di dunia olahraga.
“Kenapa gak praktek langsung, karena jiwanya gak di kedokteran,” aku anak dari pasangan Kasim Siagian dan Habibah Sinaga itu.
Meski tidak praktek langsung, namun ia bersama beberapa koleganya mendirikan klinik 24 jam pertama di Surabaya. Tujuannya tak lain adalah pengabdian kepada masyarakat. Utamanya, masyarakat kalangan mengengah ke bawah yang berada di tempat padat penduduk. Seperti di kawasan Banyu Urip, dan Manukan.
Walau tak sesuai hati, ia masih bisa menyalurkan hobinya untuk berorganisasi dengan bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan pernah dipercaya untuk menjadi ketua Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) yang kini lebih dikenal sebagai Badan Ekseskutif Mahasiswa (BEM).
Saat itu, tepatnya tahun 1993, selama tiga kali Wardy yang jadi Ketua BPM FK UNAIR bersama rekan melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Timur menuntut pembubaran SDSB karena berdampak buruk pada aspek sosial. Baru keempat kali, Wardy bersama rekan dari UNAIR dan beberapa mahasiswa dari Surabaya melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR RI.
Dari kegiatan organisasi di kampus, ia pun diajak rekannya untuk masuk dalam kepengurusan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Timur. Di KNPI, akhirnya pria bertubuh tambun itu mendapat banyak rekan yang tidak hanya sesama mahasiswa, melainkan bergaul pula dengan beberapa tokoh politik. Seperti, Khofifah Indar Parawansa yang kini jadi Gubernur Jatim, La Nyalla Mahmud Mattalitti yang merupakan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, dan banyak lagi.
Dari hubungan pertemanan yang baik, Wardy diajak oleh banyak pihak untuk bergabung dengan organisasi lainnya. Tercatat, setelah masuk KNPI ia diajak untuk masuk dalam kepengurusan Kosgoro Jawa Timur, kemudian diajak La Nyalla masuk dalam kepengurusan MPW Pemuda Pancasila Jatim, menjadi pengurus PSSI Jatim, lalu pengurus KONI Jatim, sampai masuk Partai Golkar. Ia pun beberapa kali maju sebagai anggota legislatif namun gagal.
Bahkan, ia pun dikenal sebagai dokternya wartawan. Pasalnya, pergaulannya sangat baik dengan wartawan sampai-sampai ia selalu berkunjung ke PWI Jatim untuk berkumpul, makan, sampai main gaple bersama beberapa wartawan senior.
Advertisement