JAD Dalangi Bom di Surabaya, Aman Abdurrahman Malah Bilang Begini
Pemimpin organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Aman Abdurrahman, menyampaikan komentar singkat atas serangkaian aksi teror di Indonesia yang terjadi dalam sepekan terakhir.
"Beliau prihatin dengan bom akhir-akhir ini," kata Kuasa Hukum Aman, Asrudin Hatjani, dilansir dari Tempo, Sabtu, 19 Mei 2018.
Hanya kata “prihatin” yang disampaikan Aman Abdurrahman, terdakwa kasus bom di Sarinah dan Kampung Melayu, Jakarta, itu.
Pada Jumat, 18 Mei 2018, jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuntut Aman Abdurrahman dengan hukuman mati. Jaksa berkeyakinan, Aman terlibat dalam lima aksi teror yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun, 2016-2017.
Kepolisian RI juga menyimpulkan aksi teror yang terjadi sepekan ini dilakukan anggota JAD. Aksi itu dimulai dengan kerusuhan yang melibatkan narapidana teroris di Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil atau Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.
Kerusuhan yang terjadi selama lebih-kurang 36 jam ini, 8-10 Mei 2018, menyebabkan lima polisi dan satu napi tewas.
Setelah itu, terjadi rentetan ledakan bom di Jawa Timur, yaitu di tiga gereja di Surabaya, rumah susun di Sidoarjo, dan Markas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Selain itu, terjadi aksi penyerangan terhadap polisi di sekitar Mako Brimob dan Markas Kepolisian Daerah Riau.
Serentetan teror dilakukan para pengikut JAD pimpinan Aman Abdurrahman. Informasi ini disampaikan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian. Menurut Tito, Dita Oepriarto, salah satu pelaku bom gereja di Surabaya merupakan pemimpin JAD Surabaya.
Aman Abdurrahman menyangkal dikaitkan dengan kejadian peledakan bom tersebut. Ia juga mengelak menjadi otak teror bom di Sarinah Jalan Thamrin, Jakarta pada 2016, Terminal Kampung Melayu, dan gereja Samarinda, Kalimantan Timur.
Aman, ujar Asrudin, tidak pernah mengajarkan amaliyah seperti bom bunuh diri dan penyerangan terhadap polisi. Aman memang pendukung Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.
Namun Aman Abdurrahman hanya meminta pengikutnya untuk hijrah ke Suriah, membantu perjuangan khilafah di sana. "Bukan melakukan amaliyah di Indonesia," ucap Asrudin. (*)