J-Sultan, Kolaborasi Petani Milenial dan Wanita Tani Atasi Persoalan Pertanian di Jember
Bupati Jember Hendy Siswanto meluncurkan program J-Sultan (Jember Silaturahmi dan Solusi Tani). Peluncuran program itu bertepatan dengan peringatan Hari Krida Pertanian ke-52 yang digelar di halaman Pabrik Pupuk Organik si-Jempol, Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung, Jember, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Hendy mengatakan, momentum Hari Krida Pertanian merupakan upaya mengenang jasa-jasa petani terdahulu. Sebagai bentuk apresiasi kepada para petani terdahulu, sudah semestinya berupaya meregenerasi petani-petani milenial. Sebab, saat ini ada kecenderungan pemuda enggan menjadi petani dengan alasan yang beragam.
Selain itu, esensi Hari Krida Pertanian adalah berupaya memajukan pertanian di Jember. Tidak hanya mengupayakan peningkatan produksi hasil pertanian tetapi juga terkait akses pasar.
Untuk mengatasi persoalan itu, dibutuhkan wadah musyawarah bagi para petani untuk bermusyawarah. Melalui wadah itu, diharapkan para petani berkolaborasi dan saling mengisi kekurangan bersama.
“Tak hanya berusaha meningkatkan produksi dan biaya produksi, namun yang paling penting adalah ada pembeli agar menguntungkan petani,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Perkebunan (DTPHP) Jember Imam Sudarmaji mengatakan, semua persoalan pertanian di Jember harus diselesaikan bersama dengan cara berdiskusi. Karena itu, Pemkab Jember meluncurkan program J-Sultan.
J-Sultan nanti akan menjadi wadah 1.700 kelompok tani dari 248 Gapoktan yang ada di Jember. Mereka bisa saling berdiskusi terkait persoalan pertanian. Dalam setiap pertemuan itu, nanti akan ada petugas pertanian yang akan memberikan edukasi dan pelatihan.
Sejauh ini, selain pupuk, masalah pertanian di Jember juga terkait dengan anjloknya harga hasil panen. Hal itu sering terjadi saat produksi hasil pertanian tersebut melimpah di pasar.
Hasil pantauan DTPHP Jember, komoditas pertanian yang mengalami penurunan harga di antaranya tomat, terong, dan jagung. Hanya beras dan cabai yang cukup stabil.
Pertani yang terdampak oleh harga yang anjlok bisa mencari solusi bersama melalui J-Sultan. Solusi yang memungkinkan diterapkan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah hilirisasi produk pertanian.
Hilirisasi produk pertanian itu selain diperlukan alat produksi juga diperlukan kolaborasi. Kolaborasi yang dibutuhkan antara petani, petani milenial, dan wanita tani.
Petani bisa menggarap lahan. Wanita tani bagian produksi turunan hasil pertanian. Sedangkan pemuda tani atau petani milenial memasarkan produk turunan tersebut.
Untuk hilirisasi produk pertanian sudah berjalan di Jember. Namun, jumlahnya masih sangat sedikit.
Imam Sudarmaji mencontohkan Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ada di Desa Andongsari, Kecamatan Ambulu. Saat ini mereka sudah mampu memproduksi sambal cabai sebagai solusi mengatasi fluktuasi harga cabai.
“Sudah ada contohnya di Jember, di Desa Andongsari, Ambulu. Di sana komoditas pertaniannya adalah cabai, sehingga produk yang dibuat adalah sambal cabai dan bon cabai. Di sana sudah ada bangsal atau rumah produksi yang dibangun menggunakan APBN,” jelasnya.
Untuk memaksimalkan peran KWT dan petani milenial, saat ini DTPHP Jember sedang menyusun draft kelompok tani. Ke depannya akan mewajibkan ada KWT dan petani milenial pada tiap kelompok tani.
Karena persoalan pertanian di Jember saat ini hanya bisa diatasi melalui semangat kolaborasi antar petani, petani milenial, dan wanita tani.
“KWT di Jember masih terbatas, jumlahnya masih kecil. Harapannya ada kebersamaan. Selain dapat meningkatkan pendapatan juga akan berdampak pada pengurangan pengangguran, serta mengurangi angka kemiskinan,” pungkasnya.
Advertisement