Izin Pamit, Terimakasih Jatim
Tak ada yang bisa mewakili perasaan saya saat ini selain berucap terima kasih, setelah diberi kesempatan menjadi Wagub Jatim selama dua periode. Setelah berlalu sepuluh tahun, pada tanggal 12 Februari 2019, amanah sebagai L-2 Jatim, saya kembalikan.
Banyak catatan yang bisa saya torehkan, baik yang membanggakan maupun yang memerlukan perbaikan di masa yang akan datang, agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatim. Ada demikian banyak instrumen tersedia agar Jatim melangkah lebih jauh ke depan dibanding apa yang kita saksikan dan rasakan hari ini.
Tentu saya wajib bersyukur atas apa yang telah kita capai. Ada kemajuan-kemajuan di sejumlah bidang. Namun melihat modal yang kita miliki, seharusnya Jatim bisa mendapat lebih dari yang kita dapat hari ini. Setidaknya ada lima hal penting yang menjadi faktor pengungkit kemajuan, dan itu sekaligus merupakan modalitas yang bisa diandalkan. Kelima hal tersebut adalah;
Pertama, Jatim merupakan hub kawasan Timur Indonesia. Posisi ini merupakan berkah buat Jatim sehingga menjadi lintasan arus barang dan orang. Jatim menjelma pusat perdagangan yang menopang provinsi-provinsi lain di kawasan Timur Indonesia. Keberkahan itu dapat segera terlihat dari pertumbuhan perdagangan antara Jatim dengan sejumlah provinsi di kawasan timur yang berkembang amat baik dari waktu ke waktu.
Tak bisa dibantah, hub itu telah menjelma salah satu bentuk pengungkit kemajuan yang luar biasa. Karena posisi itu pulalah, maka Jatim telah menjadi provinsi terdepan, yang melayani lebih dari 100 juta penduduk di kawasan Timur Indonesia. Hub benar-benar telah jadi pembeda antara Jatim dengan provinsi lain di Indonesia.
Kedua, Jatim merupakan salah satu basis TNI dan Kepolisian. TNI Angkatan Laut, misalnya, memiliki Armada Timur yang berbasis di Surabaya. Melimpahnya jumlah personel yang dimiliki TNI AL dengan anggaran yang ada, amat menguntungkan Jatim. Belum lagi markas-markas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara dan Kepolisian RI. Itu merupakan keberkahan kedua yang membantu Jatim. Kondisi ini juga berkontribusi besar bagi terciptanya keamanan sebagai prasyarat terjaganya kesinambungan pembangunan.
Ketiga, modal lainnya adalah kenyataan bahwa kita memiliki suatu masyarakatyang guyub, rukun, open minded, berpikir terbuka. Karena budaya dan tradisi yang guyub itu, warga Jatim terbiasa menerima keragaman sekaligus juga kesediaan berpartisipasi dalam proses pembangunan. Ulet dan tangguhnya pelaku-pelaku UMKM yang jumlahnya jutaan, telah membuktikan diri sebagai sebuah kelompok yang mampu bertahan dalam keadaan ekonomi sesulit apapun.
Berdampingan dengan para pelaku UMKM, Jatim juga memiliki pengusaha-pengusaha tangguh, yang sebagian, bahkan sudah go international. Bersama UMKM dan pengusaha, perkembangan Jatim kian terasa dengan kehadiran masyarakat yang dengan sukarela mau berpartisipasi secara aktif, dari tingkat RT, RW hingga komunitas-komunitas keagamaan. Kehadiran mereka sangat terasa dalam proses pembangunan.
Keempat, Jatim merupakan provinsi dengan sejumlah kepala daerah yang memiliki prestasi membanggakan di bidang dan daerah masing-masing. Mereka bergerak, bekerja dan berjuang penuh kreatif. Sering, demi kemajuan daerahnya, mereka bekerja secara out of the box. Menolak berpikir linear. Bahu membahu mewariskan legacy bagi masyarakat.
Sebut saja untuk mewakili para pejuang dari daerah itu, Tri Rismaharini atau Abdullah Azwar Anas. Yang pertama merupakan Wali Kota Surabaya yang kesohor karena penghijauan taman-taman. Atau Bupati Azwar yang terkenal karena berani memecah kebekuan Banyuwangi menuju kabupaten penuh inisiatif dan kreativitas. Bersama para kepala daerah yang membanggakan, Jawa Timur juga jadi tempat berkumpulnya ribuan aparatur sipil negara yang profesional dan berprestasi.
Kelima, adanya sejumlah legacy dari para gubernur terdahulu. Mohammad Noer di awal 70-an, misalnya, menginspirasi karena gagasan warga "gemuyu"-nya. Atau industrialisasi Soelarso lewat SIER, PIER, atau Ngoro Industrial Estate. Agar warga tidak tumpah ke kota sebagai dampak industrialisasi, gubernur " tidak semua laki-laki" Basofi Soedirman hadirkan Gerakan Kembali ke Desa. Lalu Imam Utamo mempersempitkan kesenjangan kawasan dengan Suramadu dan Jalan Lintas Selatan.
Berdasarkan sejumlah modal besar di atas, sebenarnya Jatim bisa maju lebih cepat. Memang saya bersyukur, selama 10 tahun terakhir ada kemajuan atau peningkatan dalam beberapa bidang, seperti terjadinya penurunan angka kemiskinan, pengurangan angka pengangguran dan meningkatnya pelayanan publik dan investasi. Tapi untuk ukuran Jatim, capaian itu merupakan hal yang lumrah dan normal. Banyaknya penghargaan, seringkali menjebak kita dalam ukuran-ukuran normatif dan tidak menggambarkan kinerja yang sesungguhnya.
Dengan modal di atas, memang sudah seharusnya Provinsi Jatim memperoleh penghargaan tersebut. Berbeda dengan legacy. Sesuatu yang diciptakan dan punya efek jangka panjang. Dalam pandangan saya, capaian ini merupakan ikhtiar mempertahankan prestasi dari era sebelumnya.
Kalau menggunakan terminologi khazanah Islam, kita berada di titik al muhafadzoh alal qodimis sholeh—menjaga yang sudah diwariskan para gubernur terdahulu. Belum pada tataran al akhdzu bil jadidil aslah—melakukan sesuatu yang baru yang belum dilakukan para pendahulu kita. Di sini yang saya maksud dengan legacy.
Gagasan dan Kenyataan
Dalam rangka al akhdzu, sebenarnya waktu itu, ada gagasan untuk menindaklanjuti pembangunan Suramadu, dengan penciptaan kawasan industri yang sesuai kultur Madura, atau membangun rumah sakit setara RSUD. Dr Soetomo, Karang Menjangan Surabaya di Pulau Garam.
Pernah juga digagas penciptaan destinasi wisata reliji yang terintegrasi dengan beberapa kawasan reliji lainnya. Atau mengembangkan wisata halal dan ekonomi syariah yang sebenarnya amat cocok untuk mempercepat kemajuan Madura.
Gagasan lain, untuk menindaklanjuti peresmian Waduk Nipah di Sampang, perlu penyiapan irigasi-irigasi yang layak sehingga memenuhi kebutuhan akan air bagi keperluan rumah tangga dan persawahan. Sampai dua periode berlalu, rencana besar tersebut belum terwujud.
Ini sedikit contoh tentang upaya nyata mempersempit kesenjangan yang belum terealisasi. Belum lagi sejumlah persoalan yang perlu perhatian gubernur baru secara serius.
Di antaranya masalah banjir tahunan, seperti terjadi di beberapa daerah yang penangannya masih jalan di tempat. Atau kasus pengungsi sejumlah warga Sampang akibat konflik sosial yang masih belum mampu diselesaikan dengan baik.
Juga di bidang pencegahan korupsi yang menurut data ICW, Jatim menyumbang kepala daerah terbanyak terjading OTT KPK.
Akhirul Kalam
Yang juga perlu mendapatkan perhatian bersama adalah kesiapan kita dalam menghadapi persaingan yang lebih berat dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan globalisari yang diiringi dengan kemajuan teknologi.
Kita sekarang sedang ramai membicarakan revolusi industri 4.0, sementara Jepang sudah meluncurkan Society 5.0, sebuah konsep yang berpusat pada manusia dan berbasis pada teknologi. Konsep ini hadir sebagai pengembangan revolusi industri 4.0 yang dinilai akan mendegradasi peran manusia.
Ini sedikit catatan yang bisa saya sampaikan, mengiringi pelantikan Bu Khofifah dan Mas Emil. Terimakasih atas dukungan dan partisipasi dari segenap lapisan masyarakat yang telah turut “mensukseskan” tugas saya sebagai wakil gubernur selama 10 tahun.
Saya optimis dan berharap, dengan modal yang kita miliki, serta kepemimpinan gubernur baru, mampu menghadirkan lebih banyak lagi legacy dan sanggup membawa Jawa Timur semakin makmur.
Terimakasih Jawa Timur.
(Saifullah Yusuf)
-Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2008-2013 dan 2013-2018
-Ketua PBNU 2010-2020