IWD Surabaya Tuntut Pemerintah Sahkan RUU PPRT
Puluhan mahasiswi dan buruh perempuan menggelar aksi di depan gedung negara Grahadi, Kota Surabaya, Rabu, 8 Maret 2023.
Aksi ini sekaligus dalam rangka memperingati Internasional Women's Day (IWD). Mereka menuntut salah satunya pengesahan rancangan Undang Undang (UU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Pada tahun ini IWD Surabaya merespons aksi Gerak (Gerakan Rakyat), yang mengusung pesan "Ciptakan Kesetaraan Gender dan Tolak Perpu Cipta Kerja". Dari Grahadi, mereka membawa poster tuntutannya menuju titik orasi di depan Alun-Alun Surabaya.
Koordinator Aksi IWD Surabaya, Syska La Veggie mengatakan, RUU PPRT krusial untuk segera disahkan karena masih banyak pekerja perempuan di luar sana yang belum mendapatkan hak-haknya secara penuh bahkan, kerap mendapatkan kekerasan dari majikan.
"Banyak perempuan yang memegang peranan ganda yakni, harus bekerja di luar rumah dan mengurus pekerjaan domestik di dalam rumah. Padahal harus dimengerti pekerjaan domestik dalam rumah tangga tidak hanya tanggung jawab perempuan, tapi juga laki-laki atau suami," kata Siska kepada awak media.
Menurutnya, keadaan pandemi Covid-19 waktu lalu juga ikut memperparah kondisi tersebut. "Memang tahun sebelumnya isu yang kami bawa UU TPKS yang sudah sahkan. Sekarang RUU PPRT, karena banyak perempuan tak mendapatkan keadilan, tapi justru punya beban ganda dalam rumah tangga," katanya.
Di samping itu pada hari perempuan ini, pihaknya juga menyoroti masih banyaknya permasalahan yang menyelimuti perempuan, gender minoritas, dan kelompok rentan menjadi penyulut utama akan pentingnya solidaritas dan dukungan untuk menciptakan bagi mereka untuk keluar dari masalah sistemik yang ada.
"Terlebih dengan transformasi ekonomi, sosial dan politik yang sangat pesat membuka potensi kekerasan, eksklusif, hingga diskriminasi yang lebih besar dan disertai dengan bentuk yang lebih beragam pula," paparnya.
Sementara itu, Dari sektor hukum dan perundang-undangan juga masih belum berhasil mewujudkan keadilan gender dalam implementasi, penganggaran, hingga pengawasannya.
Lemahnya implementasi payung hukum yang sudah ada seolah menjelma menjadi regulasi semu. alih-alih memperkuat implementasi hukum dan undang-undang yang ada, pemerintah justru memilih memprioritaskan Perppu Cipta Kerja dan tak kunjung disahkan RUU PPRT.
"Sekelumit ketimpangan yang sangat merugikan perempuan, gender minoritas, dan kelompok rentan lainnya menjadi tanggung jawab semua pihak, terlebih pemerintah," tandasnya.
Ia berharap, tuntutan yang dibawa kali ini benar-benar menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan ke depannya, terutama bagi perempuan.
"Harapan kami, ini bukan hanya sebuah perayaan, tapi suara-suara kami, suara teman-teman agar bisa didengar," paparnya.