Italia Berduka, Angka Kematian Akibat Covid-19 Capai 4.032
Italia kini menjadi pusat pandemi corona di Eropa. Dalam 24 jam terakhir dilaporkan terdapat 627 pasien meninggal, dengan total angka kematian mencapai 4.032 sejak virus muncul pada Februari. Pemakaman di Italia pun kewalahan, sementara keluarga korban berduka, tak bisa melihat pasien untuk terakhir kali, hingga tak bisa turut memakamkan jenazah.
“Jika ini berlangsung selama enam bulan, kami harus mempersiapkan pemakaman massal,” kata Carlo Rosssini, seorang pekerja di agensi pemakaman Italia, kepada Aljazeera, dikutip Jumat 20 Maret 2020.
Italia menerapkan lockdown terutama di wilayah Lombardy, pusat penularan corona muncul. Di kota ini terdapat 5.150 kasus infeksi dari total sekitar 47.021 kasus di seluruh Italia.
Angka tersebut bisa jadi lebih sedikit dari angka sebenarnya karena pemerintah setempat telah menutup akses data.
“Ada sekitar 25 jenazah yang harus dimakamkan, dan 25 yang meminta dikremasi setiap hari. Meski kami buka kremasi selama 24 jam, kami tak mampu menangani lebih dari 40 jenazah tiap hari,” kata Giulio Dellavita, sekretaris keuskupan setempat pada Aljazeera.
Sementara Carlo Rossini yang sudah bekerja selama 10 tahun terakhir di layanan pemakaman, mengaku tak pernah mengalami kondisi seperti sekarang. Sejak awal Maret, ia telah membantu memakamkan 95 orang. Tak ada satu pun di antara mereka yang dimakamkan melalui seremonial yang dihadiri anggota keluarganya.
Lockdown yang dilakukan sejak 8 Maret 2020, melarang seluruh kegiatan perkumpulan dan peribadatan.
“Upacara pemakaman memiliki risiko yang sama dengan perkumpulan lain. Saya punya pasien yang tertular dari sebuah acara pemakaman di Puglia, kata Alessandro Grimaldi, Kepala Divisi Penyakit Menular di Rumah Sakit L’Aquila, kepada Aljazeera.
Ketika pasien yang terinfeksi corona meninggal di rumah sakit, tubuhnya segera dibungkus dan disimpan di dalam peti jenazah, sebelum dikirim ke pemakaman.
Jika keluarga mereka tak sedang menjalani karantina, mereka bisa bergabung dalam pemakaman singkat yang dipimpin pendeta setempat dengan menggunakan sarung tangan dan masker.
Atau, keluarga bisa menunggu hingga krisis berakhir dan lockdown dibuka, hanya untuk melakukan penghormatan dan perpisahan terakhir.
Di Italia kondisi ini membawa dampak psikologis bagi penduduknya yang dikenal berlatar belakang agama Katolik. Sebab mereka tak lagi bisa melihat kerabat mereka untuk yang terakhir kalinya.
Sejak salah satu anggota keluarga dinyatakan positif corona, siapa pun yang pernah melakukan kontak harus menjalani karantina selama 15 hari, serta melapor pada pemerintah setempat.
Pasien tak lagi bisa melakukan kontak langsung dengan keluarga. Keluarga bahkan tak lagi bisa melihat pasien, jika kondisi mereka terus memburuk dan meninggal.
“Bayangkan, kamu dengan ibumu di rumah. Ibumu kemudian merasa sakit, ambulans datang menjemputnya. Sejak itu kamu tak bisa melihatnya lagi, sampai kemudian kamu menerima alamat pemakamannya,” kata Dellavita.
Hal ini menyebabkan banyak warga Italia bersedih. Duka kehilangan bertambah karena mereka tak bisa mendengar keinginan terakhir kerabat, atau tak bisa menyampaikan kata-kata terakhir pada kerabatnya yang meninggal, dialihbahasakan dari Aljazeera.
Advertisement