Isu Jabatan Presiden 3 Periode Picu Pembangkangan Publik
Pakar Komunikasi Publik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr Suko Widodo menyebut, isu penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dapat memicu pembangkangan publik.
Hal ini, karena isu tersebut mendapat banyak penolakan dari banyak masyarakat namun terus digembar-gemborkan oleh eksekutif maupun legislatif.
Suko mengatakan, secara individu atau lembaga saat ini yang mendukung tiga periode akan bunuh di mata publik. Khususnya, partai-partai yang menyatakan dukungan.
Sedangkan secara konstitusional, pemerintah baik eksekutif maupun legislatif akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Kecuali, apabila memang mendapat dukungan masyarakat bukan masalah untuk menambah masa jabatan presiden.
"Tapi kalau proses lahirnya konstitusi dengan cara yang tidak dapat dukungan publik akan selamanya mendapat perlawanan masyarakat. Pemerintah pasti akan kehilangan kepercayaan masyarakat, pasti tidak akan mendapat legitimasi. Dia akan dicatat dalam sejarah perjalanan demokrasi di Indonesia ini," ujar Suko kepada Ngopibareng.id.
Justru, pria yang aktif sebagai Dosen Komunikasi Unair itu mengatakan, seharusnya pemerintah fokus untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat yang kini makin parah karena terdampak pandemi virus corona atau Covid-19. Apabila, kesejahteraan meningkat ia yakin tanpa meminta masyarakat akan rela dipimpin oleh pemimpinnya selama apapun.
Karena itu, menurutnya pemerintah harus mengikuti mekanisme sistem demokrasi yang ada. Apabila berjalan baik pasti akan mendapat legitimasi yang baik.
"Apabila dipaksakan pasti cedera konstitusi, lebih parah lagi dia mencederai meaning (pesan) demokrasi. Demokrasi itu oase dan waktu itu pendek masa aku bakal jabat terus umur bertambah kualitas juga menurun," jelasnya.
Menanggapi rencana aksi demo besar-besaran, 11 April 2022 besok. Suko menyebut itu adalah salah satu bentuk demokrasi dalam menyampaikan pendapat.
Ia berharap, dalam demo tersebut aparat keamanan tidak melakukan tindakan represif yang membuat pemerintah akan semakin diabaikan masyarakat.
"Jika demo itu ditanggapi dengan kekerasan bahkan sampai dikebiri akan berpotensi terjadi pembangkangan sosial. Lebih parahnya bisa berujung chaos seperti demo 1998," pungkasnya.
Advertisement