Istri di Jember Disekap di Kandang Sapi Disebut KDRT Sangat Buruk
Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor, menyebut kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jember, bahkan lebih buruk dibanding kasus KDRT pada umumnya. Pernyataan ini disampaikan terkait kasus istri yang disekap di kandang sapi, oleh suaminya.
Disekap Dikandang Sapi
"Termasuk KDRT dengan kekerasan fisik, tetapi bukan jenis KDRT yang biasa terjadi seperti pada umumnya, merupakan KDRT lebih buruk lagi," katanya dikutip dari Antara, Kamis 21 Maret 2024.
KDRT yang terjadi di Jember, menurutnya kental dengan dimensi gender, yaitu suami melakukan tindak KDRT dengan kontrol dan kekuasaan atas orang lain atau istrinya dengan alasan istri pergi tanpa izin kepada suaminya. Korban perlu mendapatkan pendampingan hukum dan pendampingan psikologi.
"Korban perlu mendapat pendampingan hukum, dan untuk sementara pihak UPTD menyediakan rumah aman untuk pemulihan psikologis-nya," kata Maria Ulfah Anshor.
Selain itu, Komnas Perempuan juga menekankan pentingnya pihak keluarga diberikan pemahaman kemungkinan KDRT berulang jika korban bertemu kembali dengan pelaku. Sebab, korban justru meminta agar suaminya yang ditahan di Polsek Wuluhan, untuk dibebaskan. "Pihak keluarga hendaknya diberikan pemahaman bahwa dalam kasus KDRT tersebut jika dipertemukan kembali dengan pelaku dikhawatirkan terjadi kekerasan berulang yang mengarah pada bentuk KDRT yang lebih ekstrem atau femisida," katanya.
Kronologi Kasus
Seperti diberitakan sebelumnya, beredar seorang perempuan berusia 48 tahun, dianiaya dan disekap di kandang sapi oleh suaminya berinisial To, 51 tahun, di Jember, Jawa Timur. Peristiwa KDRT itu diduga terjadi pada Kamis, 7 Maret 2024.
Diduga, pelaku menyekap istrinya lantara korban merantau ke Medan untuk bekerja tanpa meminta izin darinya. Korban bekerja di Kota Medan selama dua bulan sebagai asisten rumah tangga sejak 23 Desember 2023, dan baru pulang ke Jember pada 4 Maret 2024.
Setelah suaminya ditangkap dan ditahan, korban kemudian meminta agar suaminya dibebaskan. Ia menyebut dirinya yang salah, lantaran tak pamit ketika berangkat kerja. Hal itu disampaikan di depan Bupati Jember, Hendy Siswanto, Senin 18 Maret 2024 lalu. “Yang salah bukan Bapak, saya yang harus minta maaf,” katanya dikutip dari Kompas.