Istishadah di Makassar, Diduga Terkait Mujahiddin Indonesia Timur
Hari Minggu (28 Maret 2021) terjadi aksi yang tidak berperikemanusiaan lagi dan kali ini terjadi di suatu gereja Katedral di Makassar. Berdasarkan indikasi yang bisa saya kumpulkan, pelakunya mengarah ke ISIS, dalam hal ini kemungkinan Mujahiddin Indonesia Timur (MIT).
Kemungkinan peledakan itu terkait dengan aksi pembakaran dan pembunuhan terhadap empat aktivis gereja di Poso, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh MIT pada 28 November 2020. Aksi itu dilatarbelakangi dendam selama konflik Poso beberapa tahun lalu.
Umumnya mereka kehilangan anggauta keluarga dan merasa diperlakukan tidak adil, terutama ketika berada dalam tahanan.
Aksi mereka itu mendapat apresiasi langsung dari pimpinan ISIS dalam situs mereka yang didahului dengan mengumandangkan nasid atau lagu lagu perjuangan. Suatu cara atau metode yang digunakan oleh pimpinan ISIS untuk membina semangat juang dan mengendalikan pendukung pendukungnya dimanapun mereka berada.
Dalam perkembangannya kemudian pada 12 desember 2020 muncul rilis resmi An Naba, ISIS mengeluarkan suatu perintah yg berbunyi “couldly kill them with hate and rage“ ("bunuh mereka dengan kebencian dan penuh amarah"). Bisa juga dikaitkan dengan penangkapan 19 orang yang diduga teroris (Anggauta JAD) di Makasar baru-baru ini, sebagai bagian dari cassus belly yang memperkuat motivasi.
Kalimat ISIS itu bisa dimaknai sebagai perintah dari pimpinan ISIS atas nama Abu Abdullah Asy Syami. Pelaku terorisme, bukan kebetulan, memilih momen hari minggu kebaktian yang masih dalam rangkaian hari Paskah (Kebangkitan). Tepatnya hari ini (28 Maret) dilakukan ritual Palma sesuai dengan keyakinan umat Katholik.
Sikap Jernih, kepala dingin dan cerdas
Perkembangan diatas sebaiknya disikap secara jernih, kepala dingin dan cerdas.
Pertama: Peran propaganda jihad global sangat berpengaruh terhadap perkembangan kelompok radikal / ekstrim di Indonesia khususnya kelompok pro ISIS.
Kedua: Bukan mustahil akan ada kelompok ekstrim baru sejalan meningkatnya propaganda terorisme global dan kondisi politik internal, sehingga perlu pemetaan teror yang tepat.
Ketiga: Jangan ada kebijakan yang tidak cerdas, menggolongkan ormas Islam yg dianggap radikal kedalam Kelompok Teroris. Perlu dicermati, radikal dalam “retorika“ atau “radikal (ekstrem) dalam ideologi (Jihadi) dan dalam aksi (istishadah/ bom bunuh diri).
Terngiang dalam otak saya, pesan tokoh besar intelijen nasional, Pak Ali Murtopo, “Indonesia akan aman damai, kalau kamu bisa menjadikan mereka yang ekstrem menjadi radikal dan kemudian menjadikan yang radikal menjadi moderat”.
Insya Allah. Sebagai pengamat bisa saja, analisis di atas salah, tetapi saya tulis dengan niat tulus untuk membantu pihak yang berkepentingan secara cepat.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial Politik, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara 2001, penulis Buku "Al-Qaeda: tinjauan Sosial Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya". Tinggal di Jakarta.