Israel Caplok Tepi Barat, Derita Palestina Makin Menjadi-jadi
Pendudukan Israel di Palestina mengundang reaksi dunia. Namun, Israel tetap bersikukuh atas tindakan pencaplokannya terhadap wilayah Tepi Barat itu.
Demikian itulah yang menyebabkan kesengsaraan masyarakat setempat di berbagai tingkatan. Tidak terkecuali yang dirasakan oleh para pemuda di sana. Bahkan, derita mereka makin menjadi-jadi.
Jurnalis muda asal kota Gaza, Palestina, Wafaa Ali Aludaini, dalam sesi webinar yang berlangsung, Rabu 29 Juli 2020 dini hari, bercerita mengenai apa saja yang dirasakan oleh para pemuda di bawah pendudukan dan pengawasan Israel.
Wafaa menyebutkan, kekecewaan besar atas sikap dunia internasional yang seakan tidak mengambil tindakan atas pendudukan Israel, merupakan hal yang paling dirasakan para pemuda Palestina.
“Tentu saja dalam pendudukan parah dari zionis Israel ini membuat hak-hak mereka dihancurkan oleh pasukan Israel. Mereka tidak merasa seperti mereka hidup seperti orang-orang lainnya di seluruh dunia. Sehingga, mereka kecewa dengan dunia ini, kecewa dengan masyarakat internasional, media arus utama,” ungkap Wafaa.
Jurnalis yang juga merupakan seorang aktivis itu mengutarakan, dalam keterbatasan yang dimiliki, para pemuda di kota Gaza memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan kepada dunia apa yang sebenarnya terjadi.
“Jadi, alih-alih mencari untuk diri mereka sendiri, mereka berjuang bagi rakyatnya. Serta, menghabiskan waktu mereka dengan menggunakan media sosial, dengan platform yang berbeda-beda menceritakan tentang penderitaan rakyat Palestina akibat pendudukan Israel,” tambahnya.
Para pemuda Palestina khususnya mereka yang berada di Gaza, disebut-sebut sebagai orang-orang yang memiliki talenta namun memiliki keterbatasan akses.
“Mereka juga melaporkan (di media sosial-red) mengenai cerita sukses dan cerita-cerita tentang penentangan, soal banyak sekali talenta. Mereka itu adalah orang-orang yang bertalenta, tapi sayangnya mereka tidak menemukan kesempatan di Palestina,” ungkap Wafaa.
Permasalahan mengenai keputusasaan juga dihadapi oleh anak-anak, yang sayangnya harus hidup di bawah pendudukan Israel serta diperparah dengan keterbatasan ketersediaan listrik dan air bersih.
“Jika ada pelajaran tentang kebebasan, pendudukan itu akan mengajarkan kepada mereka tentang bagaimana mencintai di bawah pendudukan dan pengepungan di bawah aliran listrik yang hanya menyala selama 4 jam bahkan untuk air di bawah 90 persen layak minum. Jadi, hal-hal inilah yang dipelajari anak-anak, alih-alih mendapatkan pengajaran tentang kebebasan dan sejenisnya,” imbuh Wafaa.
Wafaa mengatakan, hidup di bawah kebebasan dan perdamaian selalu menjadi mimpi anak-anak Gaza hingga hari ini.
“Tentu saja mereka senang hidup dibawah kebebasan, dibawah perdamaian. Sayangnya, pendudukan mengajarkan mereka bahwa inilah hidupmu dan inilah kehidupan yang kamu harus jalani,” tuturnya.