Isra' Mi'raj dan Dimensi Risalah, Renungan Haidar Nashir
Isra' Mi'raj selain menegaskan kenabian Muhammad s.a.w. sekaligus mengokohkan kerasulannya untuk mengemban misi dakwah Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Nabi tidak berlama-lama di Sidratul Muntaha berjumpa dengan Tuhannya Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih sebagaimana idaman spiritual para sufi ke puncak tertinggi Ilahi.
“Muhammad justru dari bumi naik ke Langit terus turun kembali ke bumi untuk menyinari seluruh negeri di muka bumi. Dalam masa kesedihan (‘am al-hazm) pasca ditinggal istri tercinta Khdijah dan paman yang membelanya Abu Thalib dari segala intimidasi kaum Arab jahiliah, Nabi tidak larut diri bersama Tuhan di atas ‘Arsy. Nabi kembali berjuang di dunia nyata yang sarat tantangan untuk membawa misi “tanwir” yakni pncerahan bagi umat manusia, “litukhrija al-nas min al-dhulumat ila al-nuur”.
Demikian renungan Isra’ Mi’raj, Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah. Berikut untuk ngopibareng.id, lengkapnya:
Nabi pasca isra-mikraj terus hijrah ke Yasrib dan membangun kehidupan baru, sehingga dalam tempo sekitar 13 tahun berhasil menjadikan desa kecil itu menjadi al-Madinah al-Munawwarah, kota peradaban yang cerah-mencrahkan. Segala kegelapan selama priode Makkah diubah menjadi tatanan dunia baru yang berperadaban mulia.
Dari masyarakat penyembah berhala menjadi bangsa bertauhid yang memuliakan kaum perempuan dan semua umat manusia, meniadakan riba, meluruhkan ego golongan, menghilangkan diskriminasi, dan menjadikan umat yang satu dalam keragaman sebagaimana dideklarasaikan dalam pidato akhir kerisalahan Nabi pada Haji Wada. Sejak itu, pasca Nabi wafat, risalah Islam meluas dan menyinari seluruh dunia sehingga Islam menjadi Din al-Hadlarah atau agama peradaban yang mencerahkan semesta.
Kini umat Islam khususnya di Indonesia, dengan memperingati isra-mikraj niscaya mengambil peran pencerahan sebagaimana jejak kerisalahan Nabi akhir zaman. Melalui gerakan pencerahan Islam, umat Islam Indonesia yang mayoritas harus tampil sebagai umat yang berkemajuan, bukan sebagai golongan yang besar sebatas jumlah. Islam yang berada di garis depan dalam menghasilkan pusat-pusat keunggulan yang memberi manfaat untuk bangsa dan kemanusiaan universal.
Umat Islam dengan spirit risalah Nabi niscaya menjadi uswah hasanah atau contoh terbaik dalam menampilkan Islam yang tengahan atau moderat dengan mensmpilkan perilaku damai, toleran, dan menebar kebajikan bagi sesama dan lingkungan di negeri tercinta ini. Islam yang menggelorakan kemanusiaan dan kebersamaan hatta dengan folongan yang berbeda sekalipun; bukan menampilkan sikap garang, keras, dan memusuhi sesama.
Meski dilandasi keyakinan kebenaran agama, tak perlu berpakaian atasnama Tuhan yang menghardik siapapun yang berbeda dan diapandang salah secara sepihak, tampillah seperti Nabi yang lemah lembut, hikmah, dan uswah hasanah.
Umat Islam Indonesia dengan hikmah isra-mikraj harus menjadi kekuatan prodemokrasi, penegakkan hak asasi manusia, dan membangun civil society yang berkeadaban mulia. Menjadi penyebar keadaban mulia dalam segala hal, termasuk dalam berpolitik yang menebar hikmah dan bukan penabuh genderang perang dan kegaduhan.
Menjadi umat yang maju dan pembangun peradaban utama. Dengan demikian kehadiran Islam dan umat Islam benar-benar menjadi rahmaan lil-‘alamin yang menjadikan negeri dan segenap persada buana menjadi Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur. (adi)
Advertisement