Isra Mi'raj, Kisah Kewajiban Shalat dan Bukti Allah Maha Kuasa
Isra' dan Mi'raj merujuk pada dua bagian dari perjalanan ajaib yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW). Perjalanan epik ini terjadi dalam satu malam dari Makkah ke Yerusalem, yang diikuti dengan kenaikan ke langit. Menurut sebagian besar hadis sahih, peristiwa ini terjadi satu tahun sebelum Hijrah. Kisah yang begitu hebat ini disebutkan dalam QS. Al-Isra ayat 1.
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (QS. Al-Isra: 1).
Laporan terperinci tentang hal ini dapat ditemukan dalam karya-karya Hadis dan Sirah dan juga diriwayatkan dari para sahabat Nabi. Al-Quran di sini hanya menyebutkan bahwa Nabi Muhammad dibawa dari Kabah ke masjid di Yerusalem, dan menjelaskan bahwa tujuan dari perjalanan tersebut adalah agar Allah dapat “memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya”. Nabi memang diberi wawasan tentang beberapa kebenaran hakiki yang mendasari ciptaan Allah. Di luar itu, Al-Quran tidak memberikan perhatian pada hal-hal yang mendetail.
Menurut laporan Hadis, Jibril membawa Nabi Muhammad SAWpada malam hari dari Kabah ke masjid di Yerusalem dengan menggunakan buraq. Sesampainya di Yerusalem, Nabi Muhammad bersama para nabi lainnya memanjatkan sembahyang kepada Allah SWT. Setelah itu perjalanannya jauh melampaui parameter imajinasi manusia. Nabi SAW diterima di wilayah langit di mana beliau menyaksikan tanda-tanda dan simbol-simbol keagungan Ilahi yang luar biasa.
Titik Tertinggi di Langit
Saat mencapai titik tertinggi di langit, Nabi SAW dianugerahi dengan pengalaman akan Hadirat Ilahi hingga mencapai puncaknya di Sidratul muntaha. Hanya Nabi Muhammad, spesimen terbaik dari karya seni Sang Seniman Tertinggi, yang dapat mencapai batas ini. Perjalanan ini menjadikannya manusia yang unik, tak tertandingi dan terhebat yang pernah ada. Beliau menyaksikan tanda-tanda dan simbol-simbol Ilahi dan pada akhirnya menyaksikan Dia yang dilambangkan.
Pada kesempatan itu, Nabi SAW menerima sejumlah petunjuk: salah satunya adalah penetapan salat lima waktu sehari semalam sebagai bagian integral dari Iman dan Islam. Ini adalah karunia salat yang beliau terima sebagai sarana penebusan dosa dan penyucian jiwa. Melalui salat inilah seseorang naik melalui tahap-tahap kegelapan yang semakin berkurang menuju cahaya hidayah yang semakin meningkat. Itulah sebabnya kepada orang-orang yang beriman, para ulama telah mengingatkan bahwa “Salat adalah Miraj-nya orang yang beriman” karena perjalanan spiritual melalui salat adalah cara untuk peremajaan moral dan peningkatan spiritual.
Setelah menerima perintah salat, Nabi Muhammad kembali dari langit ke Yerusalem, dan dari sana ke Masjidil Haram di Makkah. Menurut laporan otentik ketika Nabi SAW menceritakan kejadian-kejadian dalam perjalanan yang luar biasa ini, keesokan harinya kepada orang-orang di Mekah, orang-orang kafir menganggap seluruh kisah tersebut sangat lucu. Bahkan, iman dan keyakinan beberapa orang Muslim terguncang karena sifat yang sangat luar biasa dari kisah tersebut. Apakah Nabi SAW sedang berkhayal atau sudah gila? Bagaimana mungkin bisa terjadi peristiwa seperti ini? Sahabat pertama yang meyakinkan umat Islam ketika itu ialah Abu Bakar.
Mayoritas ulama Muslim telah sepakat bahwa Isra dan Mi’raj terjadi secara fisik dan spiritual. Dan para ulama yang mengatakan bahwa Isra dan Mi’raj dilakukan oleh ruh beliau, sementara jasad beliau tidak meninggalkan tempatnya, juga tidak bermaksud mengatakan bahwa Isra-Miraj itu terjadi dalam mimpi.
Mereka hanya bermaksud bahwa ruh beliau sendirilah yang melakukan perjalanan malam dan naik ke langit, dan ruh tersebut menyaksikan hal-hal yang biasanya disaksikan setelah kematian. Kondisinya pada saat itu mirip dengan kondisi jiwa setelah kematian. Namun, apa yang dialami oleh Nabi SAW dalam perjalanan malamnya lebih tinggi daripada pengalaman-pengalaman biasa yang dialami oleh jiwa setelah kematian, dan tentu saja, jauh lebih tinggi daripada mimpi-mimpi yang dialami oleh orang yang sedang tidur.
Dua tahap dari satu pengalaman mistik dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul darinya sepertinya telah diselesaikan oleh teks Al-Quran itu sendiri. Pernyataan pembuka dalam QS. Al Isra ayat 1: “Maha Suci Dia yang membawa hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Haram yang lebih jauh…” itu sendiri menunjukkan bahwa ini adalah peristiwa luar biasa yang terjadi karena kuasa Allah yang tak terbatas. Sebuah peristiwa yang secara fisik tidak mungkin terjadi, di luar imajinasi manusia, menggambarkan bahwa segala sesuatu mungkin bagi Allah.
Dengan demikian, dilansir laman muhammadiyah.or.id, Nabi Muhammad SAW adalah manusia terhebat yang pernah berjalan di muka bumi dan satu-satunya manusia yang menjalani perjalanan yang paling ajaib dan bermartabat—perjalanan yang tidak akan pernah dilakukan oleh manusia lain.
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bisshawab.