ISNU: Memicu Tafsir Tunggal, RUU HIP Tidak Diperlukan
Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menegaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) tidak diperlukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang. Hal itu, karena memicu penafsiran tunggal Pancasila seperti terjadi pada masa Orde Baru.
Karena itu, menurut ISNU, RUU itu tidak cocok untuk semangat dan dinamika kehidupan berbangsa saat ini.
“Menurut saya gak perlu RUU HIP,” kata Jakarta, Sekretaris Umum PP ISNU M Kholid Syeirazi, Sabtu 20 Juni 2020.
Menurutnya, Pancasila sebagai ideologi prinsip tidak perlu penafsiran baku seperti Orba. Pancasila juga tidak perlu pelembagaan.
Konsep baku ini, katanya, memicu tafsir tunggal dari pemerintah sehingga menutup penafsiran dari elemen lain yang sangat dibutuhkan dalam proses pematangan sebuah bangsa.
Dijelaskannya, konsekuensinya, pemerintah bisa mengecap, menentukan pihak mana yang Pancasilais dan yang tidak.
“Yang dibutuhkan adalah penerjemahan Pancasila ke dalam ideologi kerja,” tegasnya.
“Kita lebih butuh UU Sistem Perekonomian Nasional yang merupakan penjelmaan Pancasila sebagai ideologi kerja daripada kelembagaan ideologisasi Pancasila,” tambahnya.
UU ekonomi yang memiliki semangat dari Pancasila, yaitu sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain ISNU, GP Ansor juga berpendapat, sebaiknya RUU tersebut ditunda terlebih dahulu.
Menurut Ketua UMum Pimpinan GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, RUU HIP belum mencantumkan secara jelas Ketetapan (Tap) MPRS XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI Bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Kedua, lanjutnya, konsideran RUU HIP tidak menyertakan Perppu No 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menjadi landasan hukum pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan atau ideologi transnasional.