Islam Nusantara jadi Aset Diplomasi Indonesia
Kementerian Luar Negeri RI menilai konsep Islam Nusantara sebagai salah satu aset besar dari kekuatan lunak (soft power) dan diplomasi Indonesia ke depan.
Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan diplomasi Indonesia ke depan serta meningkatkan pemahaman mengenai Islam Nusantara, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri menggagas seminar dengan para pakar di Univeritas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Seminar internasional yang bertajuk "Islam Nusantara dan Diplomasi RI" itu menghadirkan beberapa panelis, antara lain, Kepala BBPK Kemenlu Siswo Pramono, Rektor UIN Sunan Ampel Masdar Hilmy, Rais Syuriah PBNU K.H. Ahmad Ishomuddin, dan Ketua Umum Pegurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama Ali Masykur Musa.
"Lebih dari 40 negara di dunia menyatakan ketertarikannya melihat wajah Islam Nusantara dengan nilai-nilai moderasinya," ujar Arifi Saiman, Kepala Pusat P2K2 BPPK Kementerian Luar Negeri dalam paparannya berjudul "Islam Nusantara dan Diplomasi Indonesia" di UIN Sunan Ampel Surabaya.
"Sebanyak 21 negara di dunia telah membuka diri bagi kehadiran nilai-nilai Islam Nusantara, bahkan Belgia yang telah meminta ulama NU untuk menjadi imam di 168 masjid di Belgia," lanjut Arifi Saiman seperti dikutip dari Antara, Selasa 11 Desember 2018.
Islam Nusantara ataupun terminologi Islam Nusantara Berkemajuan adalah wujud sinergi dari nilai Islami, kearifan local, dan budaya Indonesia yang sekaligus saling memperkaya kelenturan dan peningkatan daya pikat diplomasi Indonesia di mancanegara.
Selain itu, Islam Nusantara adalah instrumen diplomasi dengan daya jangkau yang luas sekaligus lentur namun mampu menembus dan memberi jalan keluar kepada pihak-pihak yang bertikai. (ant)