Islam Nusantara Berkemajuan, Siti Ruhaini: Konsep Ini Harus Tampil ke Dunia
"Sentimen agama yang marak di era pasca-kebenaran (post truth) saat ini digunakan politisi sebagai modal untuk mencapai kekuasaan,” kata Siti Ruhaini Dzuhayatin.
Konsep "Islam Nusantara yang Berkemajuan" menjadi identitas bagi Islam di Indonesia untuk tampil ke dunia. Konsep ini menjadi representasi Islam yang damai di dunia dan melawan gerakan politik Islam transnasional yang menampik keberagaman.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Keaagamaan Internasional, Siti Ruhaini Dzuhayatin, Islam Nusantara Berkemajuan adalah identitas Islam di Indonesia yang berasal dari dua organisasi Islam besar yang sudah mengakar di masyarakat, NU dan Muhammadiyah.
“Islam berkembang di Indonesia yang ditakdirkan menjadi negeri yang beragam dan multikultural. Dengan kondisi itu, sentimen-sentimen negatif atas dasar agama demi kepentingan politik sebenarnya tak diperlukan. Sentimen agama yang marak di era pasca-kebenaran (post truth) saat ini digunakan politisi sebagai modal untuk mencapai kekuasaan,” tuturnya.
Hal itu ditegaskan Siti Ruhaini dikutip ngopibareng.id, Kamis 19 Juli 2018, saat menjadi pembicara kunci dalam seminar bertema ‘Keberagaman di Era Pasca-Kebenaran dalam Prespektif Agama’ sebagai bagian konferensi sosiologi agama di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, kemarin.
Padahal Islam di Indonesia sebenarnya memiliki nilai wasatiyah atau moderat seperti dikembangkan NU dan Muhammadiyah. Konsep ini sebenarnya mampu menjawab tantangan dunia dan kondisi Islam saat ini.
“Sayangnya selama ini Indonesia kurang mengangkat konsep tersebut ke kancah global dan justru merasa inferior atau rendah diri dengan keislamannya,” kata Siti.
“Sayangnya selama ini Indonesia kurang mengangkat konsep tersebut ke kancah global dan justru merasa inferior atau rendah diri dengan keislamannya,” kata Siti Ruhaini.
Siti melihat, dunia justru mengidentikkan Islam dengan negeri-negeri Timur Tengah yang selama ini dirundung konflik.
Situasi ini mestinya menjadi peluang Indonesia untuk megenalkan konsep Islam wasatiyahnya.
Nilai wasatiyah dalam konsep Islam Nusantara yang Berkemajuan bisa mengisi kekosongan Islam yang damai yang terkoyak konflik di Timur Tengah.
Adapun Guru Besar Program Studi Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Al Makin mengatakan konsep "Islam Nusantara yang Berkemajuan" bisa menjadi obat mujarab mengatasi gerakan politik Islam transnasional yang menghilangkan batas negara dan menolak keberagaman.
“Islam transnasional yang menginginkan kesatuan umat muslim dunia dan tidak mengenal keberagama inil menyebabkan lahirnya radikalisme dan sentimen agama,” katanya.
Menurut dia, di tengah gempuran informasi yang memutarbalikkan fakta dan memecah belah, saatnya Indonesia mengambil peran melahirkan pandangan Islam yang menerima keberagaman.
Keberagaman Indonesia yang diakui dunia menjadi modal besar Indonesia untuk melakukan pembaruan pandangan Islam yang tak bisa dilakukan di negeri-negeri Islam di Timur Tengah.
Konferensi sosiologi agama ini berlangsung pada 16-18 Juli 2018 dan dibuka Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi.
Selain seminar ini, konferensi juga diisi dengan simposium berupa pemaparan hasil riset peneliti, dosen, dan mahasiswa Fakultas Ushluhuddin dan Pemikiran Islam atas fenomena baru keberagamaan di era pasca-kebenaran. (adi)