Islam Hadapi Perubahan Global, Perlu Rekontekstualisasi Fikih
Umat Islam di seluruh dunia menghadapi tantangan baru dan kompleks dalam konteks memperkenalkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam sebagai sebuah agama dan pandangan hidup pemeluknya. Baik dalam lingkungan mikro dan makro, praktik keberislaman diupayakan untuk diterima dan relevan dengan kebutuhan global, khususnya dalam konteks kedamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan kehidupan manusia.
Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI mengatakan, Islam memiliki prinsip Rahmatan lil Alamin yang perlu dilihat sebagai tujuan umum Islam (Maqashid Am Li Syariah) dan umat Islam dituntut untuk melakukan upaya terbaik mereka, dalam hal pemikiran dan tindakan untuk kemaslahatan umat dan perdamaian dunia.
Umat Islam terpanggil untuk membuktikan kepada dunia bahwa Islam benar-benar rahmat bagi dunia (rahmatan lil aalamin) dan menjadi solusi bagi masalah kemanusiaan universal. Untuk itu, karakter Islam yang penyayang dan damai perlu diperkenalkan dalam semua aspek kehidupan sehari-hari dengan cara yang tepat dan pendekatan yang dapat diterima.
Prinsip rahmatan lil alamin perlu dipahami dan diimplementasikan dalam pendekatan yang lebih humanistik dan progresif menuju masyarakat yang adil dan beradab. Prinsip kasih sayang Islam perlu dijadikan landasan bagi kemajuan dunia Islam dan dunia global.
Peran Cendekiawan dan Ulama
Para cendekiawan dan ulama ditantang untuk menggali dan mengungkap fleksibilitas dan relevansi ajaran Islam di tengah gelombang era masyarakat 5.0 yang menyebabkan perubahan dan disrupsi yang cepat di segala aspek kehidupan manusia.
Oleh karena itu, fiki yang merepresentasikan pemahaman dan praktik manusia terhadap syariat atau hukum Islam yang benar, sangat diperlukan.
Al-Qur’an dan As-Sunnah perlu ditafsirkan kembali dalam pendekatan kontekstual dan relevan oleh para ahli fuqaha dan ahli hukum Islam terkait pertanyaan dan kebutuhan Islam kontemporer serta kemanusiaan universal dalam masyarakat global.
Untuk itu, AICIS 2023 menjadi sangat strategis dilaksanakan untuk merespon kebutuhan tersebut, dengan mengkontekstualisasikan kembali Fiqh untuk kemanusiaan dan perdamian yang berkelanjutan.
“Tema AICIS tahun ini tentang ‘Rekontekstualisasi Fikih’ adalah topik yang sudah saya sampaikan pada AICIS 2021 sebelumnya di Solo,” jelas Gus Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI, dalam Manual Book AICIS 2023.
Oleh karena itu, Gus Men -- sapaan akrabnya -- berharap melalui konferensi ini dapat melahirkan perspektif dan rekomendasi yang baru untuk rekontekstualisasi fikih untuk kemanusiaan yang setara dan perdamaian yang berkelanjutan.
GOALS
Mengembangkan perspektif baru fikih atas konsep kemanusiaan universal dan perdamaian global.
Mempromosikan best practices keberagamaan di Indonesia pada kemanusiaan universal dan perdamaian global.
Merumuskan konsep baru fiqh atas kemanusiaan universal dan perdamaian global.
OUTPUTS
Rumusan pemikiran fiqh kemanusiaan dan perdamaian.
Publikasi Karya ilmiah berkualitas tentang fiqh kemanusiaan dan perdamaian.
Rekomendasi tentang rumusan implementasi fiqh kemanusiaan dan perdamaian.
Akan ada 4 agenda utama dalam AICIS, yaitu Testimoni, Plenary, Parallel atau Presentasi, dan Rekomendasi.
AICIS ini juga mengundang beberapa speaker Nasional dan mancanegara. Di antaranya:
KH Dr (HC) Yahya Cholil Tsaquf (Ketua Umum PBNU),
KH DR. (Hc) Afifuddin Muhajir (Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur);
Alissa Qotrunnada Abdurahman Wahid, MA (Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat, PBNU),
PROF Mashood A. Baderin (Profeso of Law at SOAS the University of London, United Kingdom),
Prof. TIM Lindsey, PH.D (Malcolm Smith Chair of Asian Law, The University of Melboune, Australia),
Prof Dr Usamah Al-Sayyid Al Azhary (Al Azhar University, Egypt),
Muhmmad Al Marakiby, PH.D (Universitas Internasional Islam Indonesia),
Prof Abdullahi Ahmed An Na’im (Charles Howard Candler Profesor of law, associated professor in the emory collage of arts and sciences, and senior fellow of the center for study of Law and Religion of emory university Atlanta, Georgia, USA),
Prof Dr Mohd Roslan bin Mohd Nor (University of Malaya)
Prof Dr Sadi Eren (Universitas Dumlupinar Kutahya)
Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia)