Islam dan Tradisi: Memadukan, Tanpa Membenturkan
Memahami relasi Islam dan budaya membutuhkan pemahaman mengenai kaidah keislaman: mana yang inti agama dan mana yang merupakan teknis pelaksanaan agama.
Dengan pemahaman seperti ini akan semakin jelas terlihat kaitan antara keuniversalan Islam dengan tradisi lokal. Kukuh dalam prinsip tauhid, namun fleksibel dalam realita. Ini jalan tengah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Contoh, di masa Nabi Muhammad masih ada, penduduk Madinah jumlahnya masih sedikit. Jadi, kalau Bilal (RA) azan memanggil shalat, suaranya terdengar oleh semua orang saat itu. Namun di masa Khalifah Utsman, penduduk Madinah semakin ramai, dan wilayah kota semakin luas, suara azan tidak lagi terjangkau.
Panggilan Shalat
Kalau untuk shalat biasa, tentu ada kesempatan untuk mengerjakan shalat dimana saja asalkan masih pada waktunya. Tapi untuk Jum’atan yang berjamaah, akan terasa sulit kalau banyak pihak yang tidak ngeh sudah masuk waktu Jum’atan. Belum ada jam tangan atau loud speaker seperti saat ini. Khalifah Utsman menambah jumlah azan Jumat agar orang di pasar bisa bersiap diri untuk ke masjid.
Di tanah air masih banyak Masjid yang azan Jum’atnya dua kali mengikuti tradisi lokal pada masa Khalifah Utsman. Padahal tradisi Nabi azan Jum’at itu cuma sekali. Para Kiai mengadopsi keduanya: ajaran Nabi Muhammad dan tradisi Khalifah Utsman. Keduanya tidak dipertentangkan tapi diterima dengan baik.
Bukan cuma itu. Sekali lagi karena ketiadaan loud speaker seperti sekarang, dulu sebagian Kiai juga membolehkan untuk menabuh beduk sebelum dikumandangkan azan. Jadi, yang lokasinya berjauhan dari Masjid tidak bisa mendengar suara azan, tapi dia akan mendengar suara beduk. Fungsi beduk bukan menggantikan azan, namun sebagai alat membantu umat agar tahu datangnya waktu shalat.
Sebagian Masjid di tanah air masih memelihara kearifan lokal dengan memukul beduk menjelang azan. Sebagian lagi sudah menggantinya dengan loud speaker sehingga suara azan terdengar dimana-mana.
Kita usahakan untuk memadukan Islam dengan tradisi lokal dan realita, tidak perlu buru-buru membenturkannya. Islam tidak berjalan sendirian, tapi seiringan dengan tradisi. #YNWA
Tabik,
Nadirsyah Hosen