Islam dan Fauzul Kabiir
Di negeri ini kebenaran dan kebathilan sejatinya telah nampak dipermukaan. Seperti campuran antara air dan minyak. Mereka yang seolah-olah menyatu tetap nampak berbeda, jika mereka lepas dari cangkang kekuasaan itu sendiri.
Di negeri ini juga jelas sekali terlihat siapa berteman dengan siapa. Sebab Alam kerap memberi petunjuk, setiap manusia yang baik akan berkumpul dengan manusia yang baik. Orang sholeh akan berkumpul dengan orang sholeh, sedang kaum munafik, akan berkumpul dengan orang munafik.
Sebagaimana layaknya pula dalam alam hewani, ayam tidak akan berkumpul bersama monyet, sedang anjing tidak mungkin berdiam bersama harimau di hutan lebat. Tikus tidak akan betah tinggal bersama jangkrik, pun jangkrik tidak akan betah berdiam bersama anjing yang setiap saat menggonggong.
Semut akan betah tinggal dan bekerjasama dengan sebangsa semut. Lalat juga demikian adanya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, biasanya orang-orang itu berkumpul dengan mereka yang memiliki tipe pemikiran dan kepentingan yang sejenis. Oleh karena itu kita mengenal ada organisasi profesi, ada organisasi keagamaan, dan juga organisasi sosial politik. Mereka berkumpul menyatu dengan orang yang memiliki kesamaan orientasi dibanding perbedaannya. Meskipun demikian tetap nampak pula, didalam kebersamaan mereka itu variasi, gradasi, atau ciri yang lebih khusus.
Begitu pula dalam sekumpulan orang orang yang berkuasa. Secara alamiah mereka cenderung berkumpul dan berkawan, serta tunduk dan patuh pada kaidah kaidah yang tercipta dari orang-orang yang memiliki pikiran yang sejenis. Jika tidak, mana mungkin mereka bisa saling tenggang dan saling membiarkan segala sesuatu yang terjadi atas kekuasaan itu.
Faktanya di lapangan ternyata bukan hanya saling tenggang rasa belaka. Namun Lebih jauh dari itu hingga pada soal saling mendukung kemungkaran yang mereka lakukan. Mereka enggan untuk mengajak pada kebaikan dan taqwa, atau bersikap mencegah kemungkinan munculnya kemungkaran dalam masyarakat.
Bagi umat Islam sudah jelas ukuran-ukuran tata pergaulan yang harus dikembangkan oleh umatnya agar tidak hidup merugi. Umat Islam harus mampu membangun dan memelihara cara hidup yang sehat dan bermartabat. Sejalan dengan itu Islam memberikan tuntunan agar umatnya senantiasa bergaul dan memelihara persahabatan sesama Muslim.
Jika itu dilakukan dengan benar, maka umat Islam akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar (fauzul kabiir, red ). Berkumpul dengan komunitas kaum Muslim yang sholeh adalah anjuran pokok dalam Islam. MENGAPA? Sebab dalam pergaulan sosial, besar kemungkinan terjadinya sharing ide, tukar ilmu pengetahuan dan kemungkinan berbagai kesepakatan bersama lainnya.
Islam menyediakan cara dan pendekatan sosial yang baik dalam rangka menuju cita cita masyarakat madani yang didalamnya terdapat kehidupan yang aman, tentram nan membahagiakan warganya.
Bergaul dan hidup dalam komunitas Muslim yang sholeh memberikan banyak pengalaman berharga. Solidaritas sesama Muslim lebih mudah terbangun karena disamping memiliki keyakinan imani yang sama, juga memiliki tingkat kekerabatan yang dekat. Kemungkinan munculnya kebohongan diantara manusia seiman akan lebih kecil dibanding mereka yang tidak seiman.
Dalam kehidupan politik sehari-hari, perjumpaan seseorang dengan orang lainnya lebih banyak dipertemukan atas dasar kepentingan pragmatis sesaat. Biasanya setelah kepentingannya tidak tercapai, maka mereka terpisah kembali. Bahkan sering terjadi aksi saling menjelekkan satu dengan yang lain. Diantara mereka kadang ada yang memilih cara-cara orang munafik membelah persatuan diantara umat akibat tergoda bujuk rayu materi. Inilah terkadang kelemahan umat Islam dalam memperjuangkan ide-ide kemajuan yang diharapkan kerap terhambat orang-orang bermental munafik.
Saatnya Bangkit Bersatu
Umat Islam seharusnya bangkit dari keterbelakangan, keterbelahan, kemiskinan, dan ketertinggalan dalam banyak hal. Bencana Covid 19 hendaknya menyadarkan umat Islam untuk kembali merenung pentingnya membangun arah baru bangsa yang lebih berdasarkan pada ideologi Pancasila. Sebab Pancasila itu sejalan dan selaras dengan nilai-nilai islam yang fundamental.
Umat Islam harus mampu mengartikulasi kepentingan umatnya dalam pergaulan politik yang lebih transparan demi kebaikan bangsa dan negara. Umat Islam harus mengambil peran yang lebih dominan dalam menentukan arah bangsa dan negara. Mengapa? Sebab umat Islam adalah pejuang otentik dalam sejarah pergerakan nasional bangsa ini hingga republik ini merdeka dari Belanda.
Lihatlah, para tokoh-tokoh pejuang bangsa dari berbagai daerah adalah lahir dari kaum Muslimin. Lihatlah Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Cut Mutiah, Ki Hajar Dewantara, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Sultan Hasanuddin, Cut Nyak Din, Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, Sultan Iskandar Muda, dan sederet pejuang Islam lainnya. Mereka rela mempertaruhkan jiwa dan raganya demi Indonesia merdeka.
Namun mengapa peran umat Islam dalam panggung politik nasional kemudian terpinggirkan dan diganti oleh orang-orang asing yang justru menjadi pengkhianat bangsa ini. Mari kita kembali merenungkan kembali peran sejarah umat Islam agar arah bangsa ini tidak kembali dijajah bangsa lain yang hanya numpang makanan, numpang hidup, dan merampok kekayaaan negeri kaya raya ini.
Umat Islam harus merebut kembali hak-hak politik kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pendahulunya. Jika tidak, maka bangsa ini akan terus diombang-ambingkan oleh bangsa lain, bahkan akan terus menjadi jongos bangsa lain. Umat Islam harus mengambil kendali negara agar ada kepastian bahwa perjalanan bangsa ini menjadi stabil dan penuh rasa damai.
Ummat Islam harus menyatukan visi Indonesia satu dalam nafas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil.dan Beradab, Persatuan Indonesia. Umat Islam sebagai pemegang saham terbesar dari bangsa Indonesia harus bersatu menegakkan semangat Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu sekali lagi jika Umat Islam menginginkan kemenangan yang besar (fauzul kabiir ), satu satunya jalan adalah bersatu dalam politik untuk menegakkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)
Advertisement