Islam adalah Inspirasi, Bukan Aspirasi
Nilai-nilai Islam akan menyemai setiap peredaran darah bangsa Indonesia. Islam bukanlah ideologi. Bila memosisikan Islam sebagai ideologi, justru merendahkan ajaran Islam itu sendiri.
Sayangnya, munculnya politik identitas, dengan mengusung Islam sebagai ideologi belakangan kerap diusung ke permukaan. Dilakukan sekelompok orang untuk kepentingan politiknya.
Muhammad Khodafi, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, menulis sejumlah catatan tentang "Islam adalah Inspirasi Bukan Aspirasi".
Paijo dapat pertanyaan dari seorang jamaah perempuan tentang sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ulama nyentrik dari Indonesia yang pernah jadi Presiden RI dan selalu dicintai rakyatnya. Meskipun tidak sedikit yang membencinya.
Namun kebencian mereka malah mendapatkan balasan cinta dari Gus Dur. Karena Gus Dur memahami dan mempraktek "Keislamannya" sebagai Inspirasi bukan Aspirasi. Sebuah prinsip ketahuidan yang dipraktekkan oleh para nabi sejak nabi Adam sampai nabi Muhammad S A.W.
Sebagai inspirasi Islam akan selalu hidup di dunia ini. Tidak peduli kapan dan siapa yang menggunakan. Kemajuan peradaban Barat salah satunya diinspirasi oleh nilai-nilai yang lahir dari prinsip dasar ajaran Islam yang dipraktekkan di Spanyol. Bahkan ajaran Islam sendiri mengakui sebagai bagian dari visi besar "ketauhidan" yang dikembangkan sejak era awal kenabian dari Nabi Adam sampai Nabi Isa.
Jadi wajar kalau untuk menjadi Islam mensyaratkan pengakuan atas "visi" kitab-kitab ummat terdahulu. dalam konteks inilah Islam seharusnya menjadi inspirasi ummat dan manusia untuk menghadirkan kehidupan yang damai, toleran dan menghargai nilai kemanusiaan yang menjadi "puncak" pengabdian kepada Tuhan.
Namun upaya menjadikan Islam sebagai inspirasi tidaklah mudah, apalagi gejala Islam sebagai aspirasi sudah sangat menguat. Gejala Islam sebagai aspirasi semakin marak akhir-akhir ini, beriringan dengan menguatnya kesadaran "material" dan melemahnya kesadaran "spiritual" di masyarakat. Islam direpresentasikan sebagai kekuatan "struktural material" yang harus dimunculkan secara formal.
Kesadaran material inilah yang menjadikan potensi benturan dengan kesadaran material yang lain menjadi semakin besar (konflik kepentingan/ekonomi). Tiba-tiba Islam direduksi sebatas pada pemimpin harus "Islam" (hapal qur'an, haji, bisa ceramah dll), sekolah harus syar'i, baju harus syar'i, bank syar'i dan gerakan syar'i lainnya, dimana standar utamanya adalah kehidupan formal-simbolis (bukan spiritual-substantif) di masa Nabi Muhammad dan para sahabatnya berabad-abad lalu.
Sekilas memang terlihat baik, tetapi justru kondisi ini seringkali menafikan sunnatullah yang lain yakni terjadinya perubahan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Islam aspirasi hakekatnya adalah "nafsu" beragama yang berlebihan, atau dikenal dengan ghulluw (beragama secara berlebihan) yang dilarang nabi Muhammad karena membahayakan ummat Islam sendiri, orang lain dan lingkungan.
Karena itulah ikhtiar menyimbangkan kesadaran material dan spiritual menjadi sangat urgent dewasa ini.
#SeriPaijoMemahamiGusDur
Advertisement