Isi Surat Rahasia KPK Untuk Komisi III DPR
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengatakan, surat dari pimpinan KPK terkait rekam jejak calon pimpinan (capim) KPK sangatlah aneh. Surat dari KPK secara spesifik mengkritik dua capim KPK yakni Firli Bahuri dan Johanis Tanak.
Menurut Desmond, isi surat KPK di antaranya mengenai Firli yang diduga melakukan pelanggaran kode etik berat saat menjabat deputi penindakan KPK. Sayangnya untuk Johanis Tanak, Desmond tidak secara rinci menyampaikan isi surat dari KPK.
"Saya melihatnya aneh pimpinan KPK hari ini melakukan penyerangan di detik-detik terakhir. Ini luar biasa sekali sudah bukan sesuatu yang lumrah. Ini kenapa tidak sejak awal di pansel. Ada ketakutan luar biasa, ada penolakan luar biasa. Ini kan aneh," kata Desmond, Kamis 12 September 2019.
Sementara itu, KPK sendiri hingga saat ini tidak mau membocorkan isi surat yang mereka kirimkan ke komisi III DPR.
"Seperti yang disampaikan Pimpinan KPK Saut Situmorang, KPK telah mengirimkan surat resmi ke DPR, khususnya Komisi III DPR RI terkait rekam jejak calon pimpinan. Isinya tentu tidak dapat kami sampaikan karena rahasia," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Febri berharap, DPR bisa memilah dan memperhatikan surat dari KPK sehingga KPK tetap bisa independen dan terbebas dari kepentingan politik tertentu.
Terkait pelanggaran Firli, KPK pada Rabu, 11 September 2019 juga telah menggelar konferensi pers. Dalam keterangan pers tersebut, Firli disebut telah diberhentikan dengan hormat dan dikembalikan ke institusi asalnya yakni Polri.
Penasehat KPK Tsani Annafari mengatakan, Firli disebut melanggar etika karena menggelar serangkaian pertemuan termasuk dua kali bertemu dengan mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang.
Sedangkan untuk Johanis memang tidak spesifik diungkapkan kesalahannya. Namun saat seleksi capim pada 28 Agustus 2019 silam, pengakuan Johanis sempat mencuri perhatian publik.
Saat itu, Johanis yang merupakan jaksa ini mengaku pernah diintervensi Jaksa Agung M Prasetyo saat menangani perkara yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Tengah Bandjela Paliudju.